Di tengah pikirannya yang semrawut akibat masa depannya yang tak bisa dianggap masa depan, tiba-tiba suara mengagetkan muncul. Iman tersentak dari meja kantin, hampir- hampir terlonjak bangun dari bangku.
Iman kaget bukan cuma karena suara yang tiba-tiba muncul, tapi karena namanya disebut. Padahal, di sekolah dia hanya ibarat bawang goreng; sebuah instrumen tambahan, yang ada atau tidaknya bukanlah masalah.
"MAN!" Bella mendadak muncul seraya menggebrak meja.
"Apa!?" kaget Iman.
"Kok gak latah sih? Gak bilang: eh, ayam-ayam-ayam ...."
"Hm. Mau apa sih?" ujar Iman, kembali menenggelamkan wajahnya ke meja.
"Mau kamu ...."
Iman seketika mendongak. Wajahnya bersemu merah. Mungkin ini efek kurang bergaul.
"Ciee baper ...." goda Bella.
"Jauh-jauh sana."
"Mantan pacar kok jahat sih?"
"Bukannya mantan emang harusnya gitu, ya?" jawab Iman dengan suara datar. "Mau apa sih ke sini?"
"Gak ada. Cuma butuh temen gue, Man."
"Lo gak dikenal siapa-siapa juga?"
Bella spontan mengibaskan rambutnya. Dia memindahkan tiap helai rambutnya hanya dengan satu kali ayunan kepala. Rambutnya teruntai pindah dari bahu kiri ke bahu kanan.
Jujur, Iman merasa ini agak aneh ....
"Siapa gue?" ujar Bella tiba-tiba, yang seakan bicara pada dirinya sendiri.
Anehnya, murid laki-laki berdatangan. Satu per satu mereka muncul, menjawab ucapan Bella barusan.
"Kamu Bella ...."
"Masa depan gue ...."
"Anak baru yang bakalan jadi anak lama di hati gue ...."
"Cewek yang hampir gue pelet, tapi gak tega ...."
Kemudian Bella mengusir kerumunan siswa laki-laki itu pergi dengan memberi lembaran sepuluh ribu.
"Justru semua orang kenal gue. Cuma, gue-nya aja yang gak mau kenal mereka. Lo beruntung, Man," pongah Bella.
"Lo bayar mereka biar pada datang kayak tadi, kan?" Iman tak terima.
"Justru gue bayar mereka biar pergi semua. Perlu gue ulang?" tantang Bella. "SIAPA GU-"
"Shhh!" henti Iman. Spontan dia membekap mulut Bella. "Jangan bikin antrian sembako kayak barusan. Iya-iya, percaya gue."
"Gue bosan gak kenal siapa-siapa sejak baru pindah ke sini. Nah, kalau gitu pulang sekolah gue main ke rumah lo, ya!"
"Hah!? Ngapain!? Jangan, jangan! Ada Bapak di rumah, gak bisa!"
"Gak apa-apa."
"Gue yang kenapa-kenapa!"