Mengaku Sultan

Herman Sim
Chapter #2

Karena Kodok

Jejeran belasan mobil mewah suv dan sport pastinya semua made in eropa terparkir berjejer dalam ruangan besar sudah seperti showroom. Cahaya silau kinclong aneka warnanya terpapar terang dari cahaya lampu diatap plapon, tentu semua itu tidak terbayar murah dengan kocek sultan atau biasa di kenal saat ini dengan sebutan crazy rich. Semua itu hanya melampiaskan hasrat kepuasan semata saja, bagi seorang sultan uang bukan masalah dan bahkan semua itu dianggap hanya recehan saja sebagai pembayar nikmat hobi semata.

Apalagi belasan moge aneka merk berderetan penuhi ruangan terpisah tapi bersebelahan, bagai sedang memamerkan status sosial yang mungkin saja uangnya berlebihan sampai tidur saja beralas lembaran-lembaran miliran rupiah. Tentu saja semua itu hanya sebagai pelepas dahaga mengumbar rasa bersyukur, yang apakah berlebihan, tergantung dari setiap individu hati pola pikir masing-masing sultan.

Rumah saja besar sekali, bagai istana buckingham dengan luasnya tanah segambreng tentu saja dua kaki akan terasa capek dan lelah ketika diajak untuk mengukur seberapa luas tanah tersebut.

Mungkin konsep hutan menjadi cara terbaik bagi para sultan memamerkan kemewahan rumahnya, seraya dia akan bebas untuk menghitung semua asetnya dalam rumah bagai istana yang luas. Apalagi semua furniture tentu saja bukan barang murahan, namanya juga sultan harus gengsi dan jaga image dengan perabot isi rumah yang tentu juga tidak murahan.

Apalagi masalah tidur, tentu saja sultan harus memanjakan tubuhnya setelah seharian lelah menghitung keuntungan dari banyak bisnis, yang katanya semua itu dari warisan tidak pernah habis dimakan tujuh turunan.

Dipan ranjangnya saja terlihat pasti mahal dan mewah, tentu tidak sedikit kocek yang di keluarkan pasti harganya selangit dan keluaran pabrik terkenal ternama. Untuk tidur pasti nyenyak sangat bahagia dan berkualitas, pastinya setelah terjaga bangun akan lebih segar untuk meraup menghitung banyaknya keuntungan terduduk nyman diatas dipan ranjang.

Kamar saja sungguh terlihat mewah, besar dan megah, tirai jendela hingga desain kusen jendela terkesan klasik sangat luas menghadap keluar rumah. Di biarkan bebas sentuhan nakal sinar pencahayaan alami masuk dari luar, seraya menyejukan setiap lembaran-lembaran rupiah agar tidak selalu dingin.

Semua sudut ruangan menggunakan warna emas, mulai dari cat dinding, tirai, gorden jendela, kasur, kursi hingga tidak lekang dari semua furniture.

Lampu gantung tampil sangat mewah diatas atap plapon berwarna keemasan, ratusan batu permata pasti akan berkilau cahaya menjuntai menerangi kamar berstyle victoria. Dingin serasa dua kaki ketika tidak beralas pasti akan di manjakan dengan sentuhan urat-urat dan liukan batu alam marmer-marmer gunung berderet rapi seraya ingin sekali terpijak kaki-kaki sultan yang selalu terpuji.

"Gua memang sultan, gua terlahir dari rahim Bunda yang memang dia sultan,"

"Segalanya bisa gua beli dengan mudah, apa yang si yang ngak bisa gua beli. Semuanya udah gua milikin, pastinya semua itu ngak ada barang yang murah. Semua barang-barang mahal pastinya," guman sombong Revo.

Dia berdiri menyambut pagi diatas balkon lantai dua rumah. Raut wajahnya seakan penuh kesombongan sedikit saja tidak ada mengucapkan syukur terbesit dalam hatinya pada Sang Pencipta dengan segala yang di miliknya. Hamparan hijau pelataran sekitar rumah sungguh luas sekali, kalah lapangan stadion bola luasnya dengan halaman rumah milik Revo.

Tentu juga hanya pohonan berkelas yang bisa tertanam dipelataran perkarangan rumah sultan, kalau pohon murah pasti akan tidak subur karena pupuknya pasti juga tidak sembarangan pupuk dan siraman airnya juga kesemuanya adalah air-air mineral dan lembaran-lembaran rupiah.

Air mancurnya saja besar sekali ukurannya, style hall fountain. Air terasa bebas semburannya terbang lurus keatas, lalu menari-menari dalam kolam besar. Pasti juga sedang bernapas dengan insangnya berenang dalam air jernih puluhan ikan-ikan koi pilihan dengan aneka warna mahal.

Lihat selengkapnya