Menganalogikan Cinta

amanda lestari c
Chapter #3

Cinta itu Bagaikan Sepatu

Aku belajar bahwa cinta itu seperti sepasang sepatu. Orang lain dapat mengatakan kalau sepatu itu bagus dan enak dipakai. Kita bisa saja tertarik dan mencoba untuk melihat lebih jauh. Namun pada akhirnya, sepatu yang paling pas di kakilah yang kita putuskan untuk kita beli dan kita pakai. Sama seperti cinta yang harus ada kecocokan terlebih dahulu, baru setelahnya ada chemistry dan muncul rasa.

Bandung, 2005.

Setahun berlalu sejak aku memutuskan hubungan dengan Ferdy. Sedikit informasi mengenai Gereja, Charles dan Ferdy tidak lagi pergi ke Gereja tempatku beribadah tak lama sejak aku dan Ferdy putus. Setelah itu, aku tak pernah sekalipun mengirimkan pesan baik kepada Charles maupun Ferdy. Belakangan aku mulai menyadari bahwa perasaanku kepada Charles hanya datang sebentar. Kalau kata orang hanya cinta monyet. Aku tak lagi merindukannya, menyukainya ataupun terobsesi untuk mengenalnya lebih jauh. Pada satu titik aku bahkan tidak lagi dapat mengingat wajahnya dengan jelas.

“Ih dia lucu banget sih” Kak Merry sedang asyik tertawa – tawa sendiri membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Hari itu seperti biasanya, aku menginap di rumah Kak Merry agar besok kami bisa ke Gereja bersama. Jarak rumah Kak Merry ke Gereja memang dekat, hanya perlu berjalan kurang dari tiga menit saja.

“Lagi kirim pesan sama siapa Kak?” tanyaku sambil melirik kearah ponsel Kak Merry.

“Ini sama Denny” kata Kak Merry sambil menunjukkan isi ponselnya. Sudah sebulan sejak Denny dan Kak Merry saling berkiriman pesan, namun keduanya belum pernah sekalipun bertemu muka. Lidya yang pertama kali memberikan nomor Kak Merry kepada Denny. Lidya adalah sahabat kak Merry yang cukup sering bermain bersama aku dan Kak Merry.

Lidya sering menceritakan tentang Denny kepada Kak Merry, mengenai bagaimana penampilan fisiknya, sifatnya, pokoknya semua yang baik – baik diceritakan kepada Kak Merry. Hal itu tentunya membuat Kak Merry mempunyai bayangan sendiri mengenai bagaimana sosok Denny yang selama ini berkiriman pesan dengannya dan menambah besar keinginan Kak Merry untuk bertemu dengannya.

“Dia ngajak ketemu nih besok. Katanya dia bakal ajak dua temannya juga. Kamu sama Lidya temenin aku ya Na” Kak Merry terlihat amat sangat bahagia, senyum yang menghiasi wajahnya tak kunjung turun juga. Memang sudah agak lama juga mereka saling bertukar pesan dan bersamaan dengan hal itu juga, rasa penasaran dan perasaan ingin bertemu semakin memuncak. Akhirnya Kak Merry memberanikan diri mengajak Denny bertemu dan pria itu pun menyetujuinya.

Lihat selengkapnya