Menganalogikan Cinta

amanda lestari c
Chapter #5

Cinta Itu Bagaikan Telepon (1)

Jatuh cinta memang dapat membuat kita terbuai dengan hal yang sederhana, membayangkan lebih jauh dari yang seharusnya. Sampai lupa, bahwa untuk menjalin sebuah hubungan, diperlukan response dari dua belah pihak.

Bandung, 2006.

Tahun 2006 adalah tahun terakhirku di bangku SMP dan juga tahun terakhir pergi ke Gereja Kak Merry. Aku sudah tidak pernah lagi mengikuti Kak Merry untuk pergi bermain bersama Hadi, Denny dan Jerry. Aku menceritakan semua hal yang terjadi antara aku dan Jerry yang menjadi alasan aku tak mau pergi bersama. Sejujurnya aku merasa tidak nyaman jika harus bertemu dengan Jerry lagi dan untungnya kak Merry mengerti. Mengenai Gereja, karena satu dan lain hal aku memutuskan untuk kembali bergereja bersama keluarga besarku di Gereja lamaku.

Di tahun 2006 aku beristirahat dari yang namanya percintaan. Aku tidak jatuh cinta kepada siapapun dan tidak dekat dengan siapapun juga. Aku menceritakan tahun ini karena tahun ini ada hubungannya dengan percintaanku ditahun selanjutnya. Di antara semua mata pelajaran, Matematika adalah pelajaran yang paling tidak aku kuasai, aku bahkan suka memberikan penekanan pada kata mati yang ada di matematika untuk menjelaskan kepada teman – temanku mengapa matematika itu tidak baik untuk dipelajari. Ini sesat tentunya. Ternyata candaan soal matematika itu sampai di telinga wali kelasku yang memang mengajar mata pelajaran tersebut.

“Na, kamu ini repot loh kalau ga suka matematika dan ga mau belajar sungguh – sungguh dari sekarang. Di SMA Tiga, yang mengajar matematikanya itu Pak Bernard loh! Dia itu galak sekali. Bisa habis kamu ditelan bulat – bulat dan dilempar ke Neraka sama beliau” Ujar Pak Heru wali kelasku. Aku hanya tertawa – tawa saja mendengar ucapan beliau. Pak Heru merupakan salah satu guru yang dikenal suka bercanda dan sangat dekat dengan murid – muridnya.

“Saya sih percaya, sejauh ini Tuhan sayang sama saya. Saya yakin Pak Bernard itu ga akan mengajar saya nantinya” Aku mengucapkannya dengan penuh keyakinan, hanya untuk bercanda saja dengan Pak Heru. Singkat cerita tahun itu aku lulus dan aku berhasil melanjutkan ke jenjang yang lebih jauh, jadi anak SMA.

Berhati – hatilah dengan apa yang kamu ucap dan harapkan. Karena bisa jadi saat harapanmu terjadi, kamu malah menyesalinya.

Bandung, 2007.

SMA Tiga sendiri adalah sekolah favoritku sejak dulu. Jarak dari depan gerbang sekolah menuju ke dalam gerbang pembatas gedung sekolah cukup jauh. Di sebelah kanan ada lapangan sepak bola dan basket, sebelah kiri ada lapangan parkir yang bersebelahan dengan pepohonan rindang dan meja yang memang dibuat membulat di sekitar pohon.

Lihat selengkapnya