Kadang kebahagiaan itu memang bisa datang dengan mudah. Ucapan yang sederhanapun jika datang dari orang yang tepat dapat membuat hati pendengarnya bahagia, itulah yang aku alami. Itulah Cinta.
Bandung, 2007.
Membangun image memang bukanlah hal yang mudah. Sekalinya satu image hancur, akan mudah bagi yang lain untuk ikut hancur juga. Setidaknya, itulah yang aku rasakan. Setelah gagal membangun image perempuan kalem, rasa kemalasanpun mulai kembali meraja lela dan kini aku bukan hanya terkenal galak, tapi juga malas. Kalau awal – awal temanku suka berteriak,
“Naaa.. Kamu sudah bikin PR?? Lihat dong!” sekarang mereka akan berteriak, “Naaa.. ayo cepat kesini. Ada PR!!!” Karena aku sudah hampir tidak pernah mengerjakan PR di rumah. Pekerjaan itu memang lebih asyik dikerjakan ramai – ramai secara dadakan. Ada kebersamaan dan ada adrenalinnya, itulah petuah sesat yang aku bagikan di antara teman – temanku.
Seakan mengetahui bahwa putrinya ini mulai malas, papa pun meminta bantuan saudaraku, Kak Jordy untuk mengajari aku dan Riana mata pelajaran Matematika. Hari itu adalah hari pertama aku pergi les, dan rupanya kami digabung ke dalam satu kelas berisikan 4 orang. Di kelas itu ada aku, Riana, Stefy, dan Stefan. Stefy dan Stefan ini anak kembar. Stefy masuk ke SMP dan SMA yang sama denganku yaitu SMA Tiga, sedangkan Stefan dan Riana bersekolah di sekolah yang sama yaitu SMA Dua.
Pelajaranpun dimulai, Kak Jordy mulai mengajari kami pelajaran Matematika dan aku mendengarkannya sambil setengah mengantuk namun berusaha untuk tetap fokus. Tiba – tiba lampu kelas mulai mati – nyala – mati – nyala. ‘Siapa sih! Ganggu amat!’ pikirku jengkel sambil mencari penyebab lampu kelas mati – nyala tersebut.
Aku langsung terpana saat melihatnya. Diganggu selamanya sama cowok ganteng seperti itu mungkin adalah hadiah terindah yang bisa Tuhan berikan kepada seseorang. Pria itu berwajah sangat tampan. Aku tak pernah melihat pria setampan dia. Memiliki kulit putih, memakai kacamata, dibalik kacamatanya dapat terlihat sorot mata yang meneduhkan persis seperti mata Chandra. Hidungnya mancung, bibirnya kemerahan, tubuhnya tinggi. Rambutnya berwarna hitam dibelah tengah, dan keseluruhan wajahnya yang benar – benar tampan dan tampak seperti blasteran malaikat dengan manusia.
“Ada apa sih ganggu?” tanya Kak Jordy dan kemudian merekapun keluar entah membicarakan apa. Sisa pelajaran bersama Kak Jordy terasa menyenangkan. Aku sama sekali tidak mengantuk tapi malah sibuk mengkhayal mengenai sosok pria tak dikenal itu.
*#*
Siang itu aku, Verra, Fransisca, Mia dan Cherry sedang duduk di kantin sekolah dan makan disana. Biasanya kami akan makan bersama di meja pohon, tapi karena siang itu sedang gerimis, mau tak mau kami makan didalam Kantin.
“Gila, itu cowok paling tampan dan sempurna yang pernah aku temui” Itu adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sosok pria tampan nan lucu di tempat les kemarin.
“Setampan – tampannya cowok yang kamu lihat, ga akan bisa mengalahkan itu orang Na” Mia terkekeh sambil menunjuk seorang pria yang sedang memesan makanan di Kantin Sekolah. Aku dan teman – teman yang lain pun langsung melihat ke arah pria yang ditunjuk Mia. Betapa shock campur bahagianya diriku saat menyadari sosok pria itulah yang ku maksud! Ternyata dia adalah guru muda di sekolah kami!!!
“Mi!! Itu Mi cowok yang aku ceritain tadi!!” Aku langung – mukul pundak Mia dengan sangat bahagia, “Jangan – jangan ini petunjuk dari Tuhan kalau aku sama dia berjodoh” ucapku mulai halu.
“Justru kalian jelas – jelas ga berjodoh. Pa Bernard itu dulunya ngajar di kelas IPA IPS, baru setelah angkatan kalian doang dia jadi fokus ngajar di IPA dan ga pegang di IPS lagi” Ujar Mia blak – blakan. Bernard?! Nama itu sangat tidak asing di telingaku, aku langsung teringat ucapan Pak Heru saat SMP dulu.
“Mi! Dia Pak Bernard yang katanya killer itu?!” Aku sangat terkejut saat mengetahui bahwa Pak Bernard yang wujudnya belum aku lihat itu ternyata sudah masuk ke dalam daftar doaku sejak SMP. Daftar doa yang isinya jangan sampai dia mengajarku saat aku SMA. List doa yang sangat aku sesali, saat melihat wajah tampannya itu.
“Wah, demi cinta aku bakal berjuang biar bisa masuk IPA” ucapku dengan penuh keyakinan disambut gelak tawa di antara teman – temanku.