Ketika seorang pria menyukai seorang wanita, ia akan melakukan hal yang diluar nalarnya sendiri. Ia akan memperjuangkan wanita itu dengan cara apapun.
Bandung, September 2009.
Siang itu saat aku sedang mengecek akun Social Media milik Pak Bernard seperti biasanya, tiba – tiba aku mendapatkan sebuah kiriman pertemanan. Nama yang terpampang disana adalah Ardy Susatyo. Nama Ardy Susatyo membangkitkan ingatanku mengenai kenangan manis ketika aku kelas enam SD.
“Jangan pukul kakak ku!” teriak Fiona sambil memukulku menggunakan buku tebal yang dia pegang. Sebuah shock therapy yang sangat berkesan. Dulu aku sangat tidak suka dengan Fiona. Tak pernah kukira aku malah akan berteman dekat dengannya. Kami bahkan saling mengirimkan surat semasa SMP. Bercerita tentang anime yang kami sukai dan kami masih berteman hingga saat ini.
Saat masih SD aku suka melakukan perang penggaris besi dengan Ardy. Saat aku sudah siap meraih kemenangan, Fiona memukulku dengan sangat keras tepat di kepala. Dengan dialog ‘jangan pukul kakak ku’ aku mulai mengenal mahluk itu. Fiona, seorang gadis cilik yang sangat mengagumi Ardy dan menganggapnya sebagai kakak. Anehnya sifat Fiona yang menurutku menyebalkan malah membuat ku memperhatikan Fiona. Kami kemudian malah mulai berteman dekat tanpa kusadari.
Memang benar kata orang, jangan membenci. Karena ketika kita membenci seseorang tanpa sadar kita malah memperhatikan orang itu lebih dalam dari yang kita kira.
Fiona sendiri adalah anak yang sangat bahagia, ia selalu memiliki bekal 4 sehat 5 sempurna. Di dalam kotak bekalnya pasti ada sayur, daging dan buah – buahan. Aku selalu iri melihat isi tempat bekalnya sedangkan aku sendiri diberikan uang jajan oleh mama dan seringnya uang jajan itu tidak kubelikan makanan, melainkan kutabung untuk beli majalah anime atau kutabung untuk membeli makanan enak yang dijual di sekolah dengan harga yang cukup mahal.
Ardy sebenarnya bukanlah temanku, kami lebih tepat disebut sebagai teman tapi benci. Ia selalu memeriksa kertas ulanganku berharap aku mendapat nilai jelek dan ia bisa mentertawaiku. Namun kenyataannya beberapa kali ia malah membenarkan jawabanku yang salah dan aku sangat puas dengan ketidaktelitian Ardy yang malah menyelamatkanku dari nilai – nilai jelek.
Berbeda dengan Fiona yang masih terus saling berhubungan denganku. Selepas kami lulus SD aku sama sekali tidak pernah bertemu dengan Ardy. Aku bahkan tidak pernah lagi mengingatnya sampai hari itu ketika Ardy mengirimkan pesan pertemanan kepadaku, yang tentu saja tanpa pikir panjang aku menerima permintaan pertemanan itu.
“Tanggal 9 Bulan 9 tahun 2009, hari bersejarah nih. Masa mau kamu habiskan di perpustakaan seharian” Fransisca berusaha membujukku untuk pergi makan bersamanya di Kantin. Hanya saja sejak papa meninggal uang jajanku tidak ditambah, sedangkan biasanya papa mengantarkanku ke Sekolah paginya. Kini aku harus ke Sekolah naik angkutan umum begitu juga dengan pulangnya. Aku sendiri tak berani minta tambahan uang jajan kepada mama. Hal itu membuatku harus banyak berhemat sedangkan jajanan di Kantin sekolah rata – rata harganya cukup mahal. Jadi aku memutuskan bahwa aku akan menabung dan hanya jajan di kantin sekolah dua hari sekali saja. Jadi ada satu hari aku puasa dan hari besoknya baru aku makan di Kantin. Yah, hitung – hitung diet.
“Ngga. Aku disini saja. Kamu ke kantin aja ajak Chryssan aja” kataku sambil menunjuk ke arah Chryssan yang duduk disebelahku dan ikut bermain social media juga.
“Yuk Chrys. Temani aku ke Kantin” Akhirnya Fransica pun pergi bersama Chryssan dan meninggalkanku sendirian di Perpustakaan.