Mengawat Kisikan

heriwidianto
Chapter #10

Pencarian Dimulai

Mencari kuitansi di perpustakaan dan memberitahu Abah Ibrahim semuanya.

Dua hal tersebut tampak mudah dilakukan jika hal pertama berhasil Nugraha utarakan. Tanpa Bari dan Dullah ketahui, Nuril tidak terlalu yakin Nugraha akan mudah menampakkan diri lagi setelah dua tangan melepuh tiba-tiba membelenggunya.

Mereka segera memutar otak.

Di sela-sela bertukar pikiran, Bari berdecak sebal. “Kenapa Mas Nugraha nggak menghantui yang mencelakakannya saja, sih? Mirip di film horor yang judulnya pembalasan arwah itu. Kan, lebih gampang nebak akhirnya. Kalau nggak mati, ya, tobat.”

“Bukannya hal ini sudah kamu tanyakan sendiri ke Mas Nugraha lewat Nuril?” Dullah mengingatkan.

Bari mengakhiri kejengkelannya dengan menghela napas panjang. “Dan jawabannya adalah sungkan sama Abah Ibrahim. Jawaban apa itu?”

“Mengingat sosok Abah Ibrahim yang wajar dijadikan teladan, kalau aku di posisi Mas Nugraha juga pasti serba repot. Bingung. Di satu sisi, kita nggak pengin menyakiti orang yang kita hormati, bahkan mungkin bagi Mas Nugraha seperti bapaknya sendiri, soalnya berkenaan dengan Gus Mail. Tapi, di sisi lain ada harga diri yang meminta pertanggungjawaban kita sebagai pemiliknya.”

“Benar juga,” Bari menyetujui pendapat Nuril. Ketiganya lalu kompak mendengkus.

“Kira-kira, kalian tahu nggak kebiasaan Mas Nugraha kalau di perpustakaan?” Nuril menceletuk.

“Ya baca buku, lah. Masa tidur? Kalau itu sih kerjaan Bari,” Dullah menimpali bersama kekehan.

Bari bersungut, tidak terima. “Heh, ngaca!”

Nuril sempat ikut tertawa kecil sebelum memasang wajah serius supaya kedua temannya tidak bercanda lagi. “Maksudku, kalian pernah tahu atau dengar buku bacaan apa yang disukai Mas Nugraha?”

“Tunggu sebentar,” sahut Bari.

Ketiganya lalu terdiam, berpikir seolah sedang ujian. Bola mata mereka melirik ke kiri dan kanan dengan raut serius. Bahkan, Bari sampai mengerjap intens seolah dengan cara seperti itu memorinya dapar bekerja secara maksimal.

“Atau, buku-buku yang biasa dibaca Abah Ibrahim? Menurutku, karena saking idolanya, biasanya orang secara nggak sadar juga mengimitasi sikap, sifat, hobi, bahkan bisa juga buku bacaannya,” Nuril menambahkan.

Dullah menjentikkan jarinya. “Jangan-jangan, buku kisah para nabi? Soalnya, Abah paling suka cerita model begitu. Abah mengulang-ulang cerita kedua puluh lima nabi kalau sudah sampai Nabi Muhammad!”

“Masuk akal.” Nuril setuju. “Kita cari buku-buku itu.”

Ketiganya bergerak, tidak ingin membuang waktu lagi. Hanya saja, karena Bari dan Dullah harus bersekolah, mereka meminta Nuril menunggu sampai keduanya pulang sekolah.


***


Karena terlalu fokus menyelesaikan urusan Nugraha, mereka tidak menyadari ada hal yang luput dari intaian. Nuril, Bari dan Dullah lupa mengawasi orang-orang yang mereka curigai berada dalam satu komplotan untuk mencelakakan Nugraha, meski tidak secara langsung.

Lihat selengkapnya