Hari semakin larut, namun angkringan di tepian kota justru semakin ramai. Silih berganti pengunjung memadati tempat yang sudah disediakan. Mungkin karena hari ini adalah hari jumat, malam sabtu adalah waktu yang tepat untuk membayar lelah hari-hari sebelumnya yang menyebalkan. Karena pada malam minggu, tempat ini akan jauh lebih ramai dan menjadi kurang pas untuk dinikmati, bagi yang tidak begitu suka dengan keramaian.
Banyaknya pengunjung bukan saja untuk menikmati aneka jenis makanan dan minuman, juga untuk menikmati indahnya pemandangan hamparan air laut di bawah langit yang bertabur bintang. Beberapa kapal yang terlihat hanya berupa siluet hitam dan lampu seperti setitik cahaya putih berjejer diujung cakrawala. Sebagian ada yang bergerak semakin menjauh, sebagian lagi hanya diam tanpa ada pergeseran, itu katanya merupakan kapal yang digunakan oleh perusahaan minyak.
Seperti dua orang yang tengah duduk tepat dipinggir pagar pembatas, seorang wanita mengenakan jilbab berwarna hitam dan jaket jeans ia sedang bersama seorang pria yang tengah duduk didepannya, pria itu mengenakan jaket berwarna hitam. Mereka menghabiskan waktu di akhir pekan setelah menjalani hari-hari yang melelahkan.
“Saya cappucino aja.” Aksa berkata pada pelayan yang menawarkan minuman apa yang dia dan Glen inginkan sebagai pendamping tahu tek-tek pesanan mereka. Aksa mengalihkan pandangan pada Glen ketika Glen mengatakan bahwa ia ingin memesan minuman yang sama dengan Aksa.
“Kenapa ikut-ikutan?” Itu yang Aksa sampaikan melalui alisnya yang berkerut menandakan sebuah keheranan. Sebab selama ini Glen selalu memilih minum kopi hitam, bukan cappucino seperti yang ia pesan sekarang.
“Kenapa sih Sa, ngeliatin aku begitu?” Glen bertanya seakan ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan Aksa. Padahal tentu saja ia mengerti, bahwa Glen memang tidak suka kopi cappucino yang berbanding terbalik dengan Aksa, Aksa sangat menyukainya. Glen ingin sekali saja mencoba hal yang begitu disukai seseorang yang dicintainya.
Seseorang yang sejak awal pertemuan mereka membuatnya tidak pernah memikirkan wanita lain selain Aksa, seorang wanita yang menjadi salah satu semangat hidupnya. Seseorang yang selalu menemaninya meskipun sekedar mengobrol disela kesibukan masing-masing. Teman berbagi cerita di penghujung hari hingga larut malam, seperti hari ini.
Namanya Aksa. Aksara. Teman terbaik yang pernah Glen punya, teman yang menjadi pemilik hatinya sejak pertama kali Glen melihatnya sejak mereka menjadi mahasiswa baru di jurusan yang sama. Aksa adalah seseorang yang periang, selalu memberikan tawa di setiap harinya, tidak hanya kepada Glen. Namun juga pada semua teman-temannya. Terlebih kepada sahabat baiknya, Raini. Yang tidak lain adalah sepupu Glen. Aksa adalah seseorang yang keras kepala, masih banyak labilnya, tapi yang penting adalah Aksa wanita yang kuat. Itu kata Raini. Seharusnya Raini juga hadir malam ini, namun ada hal yang tidak bisa ditinggalkan sehingga tidak bisa menyertai Aksa dan Glen seperti biasanya.
Malam semakin larut mengharuskan Aksa dan Glen segera pulang. Hidangan yang mereka pesan sudah habis tiga puluh menit yang lalu. Mereka sudah puas menikmati malam dan berbagi cerita, tertawa bersama, dan Glen sangat lega dapat melihat senyum Aksa yang mengembang diwajahnya. Seolah tidak memiliki beban, yaah begitulah Aksa seberapa besarpun beban yang ia tanggung jika ia masih bisa mengatasinya sendiri ia akan selalu berkata bahwa ia baik-baik saja. Karena bagi Aksa menjadi baik-baik saja adalah pilihan.
Motor Glen melaju membelah jalanan kota yang mulai sepi dengan kendaraan, angin berembus terasa lebih kencang dari biasanya. Udara dingin merasuk terasa hingga ketulang, membuat Glen mempercepat motornya agar segera sampai.