Terkadang orang tua selalu memberi harapan yang tinggi pada anak-anaknya. Kalau anaknya tidak bisa memenuhi harapan mereka, mereka akan mulai menyalahkan anaknya. Seandainya, mereka bisa mengerti, bahwa sebagai anak, kita juga ingin memenuhi harapan kita.
Pagi ini, Alena membicarakan keikutsertaannya dalam olimpiade di sekolah. Wajah orang tua mereka terlihat sangat senang mendengar hal itu. Dina ikut senang dengan pencapaian kakaknya. Namun rasa senangnya hanya sebentar saja.
"Dina cobalah ikut beberapa lomba, seperti kakakmu. Kamu juga ngga ngapa-ngapain di rumah," ujaran mamanya lembut tanpa suara meninggi. Namun kata-kata itu seperti paku yang kembali tertancap dijantung Dina.
Alena mengambil selembar roti dan mengoleskan selai strawberrry ke atasnya, "bukannya kamu ikut lomba tujuh belasan itu?" tanyanya.
"Bener Din? bagus. Lomba tentang apa Din?" tanya mama antusias.
Padahal dia sudah berencana untuk tidak memberitahu mamanya. Namun entah dari mana Alena bisa tahu informasi itu. "Iya Ma. Lomba cerdas cermat antar kelas."
"Gampang dong harusnya? Kamu udah tahu belum lawan kamu kaya gimana?" tanya mama lagi.
Dia hanya mampu menghela napas. Inilah alasan dia malas memberitahu orang tuanya. "Aku ngga tahu. Kan baru daftar kemarin." Dia berujar sambil mengaduk susu cokelatnya yang padahal sudah teraduk.
"Kamu harus belajar ya. Alena nanti bantuin adikmu belajar ya. Biar bisa menang," ujar mamanya semangat.
Mama selalu menaruh harapan yang tinggi padanya dan Alena. Dina mengerti kalau mama hanya ingin yang terbaik untuk dia dan kakaknya. Namun, kalau harapannya tidak tercapai, mama akan mulai mempertanyakan kemampuan Dina, menyalahkannya, membanding-bandingkan, kemudian menganggap Dina tidak mampu.
Papa yang dari tadi diam melihat ponsel, menghentikan aktivitasnya dan berujar, "Sudah. Menang atau kalah urusan belakang. Dina ikut lomba aja udah bagus." Senyum yang ditunjukkan papa sedikit menenangkan hati Dina. Jika perkataan mama adalah api yang membakar hatinya, maka ujaran papa seperti air yang memadamkan api itu.
"Ayo papa antar kalian. Nanti telat ke sekolah."
******
Sambil menunggu guru masuk, Dina mendengarkan musik kesukaannya sambil membaca novel dari ponsel. Begitu larut dalam cerita yang dia baca sampai tidak sadar wali kelasnya telah masuk. Gita sontak menyenggol siku Dina, kemudian gadis itu melepas earphone-nya.
Semua mata menatap penasaran pada seorang siswi yang berada di samping Pak Arya. Wajahnya yang cantik nan ayu membuat anak-anak lelaki terpesona padanya. Ada aura dari pancaran matanya, seperti magnet dia menarik perhatian semua orang di kelas.
"Anak-anak, perkenalkan ini siswi baru pindahan dari SMA Melati, kamu bisa memperkenalkan diri," ucap Pak Arya.
Gadis itu tersenyum dan berucap "Halo, saya Merlina Putri Sadewa, kalian bisa memanggil saya Merlin. Salam kenal semuanya." Beberapa anak lantas membalas perkataan gadis itu dengan ucapan 'salam kenal'.
"Merlin, kamu bisa duduk disamping Eva. Cewek yang rambutnya dicepol," ucap Pak Arya sambil menunjuk kursi kosong disamping Eva. Gadis itu mengangguk mengiyakan lalu berjalan menuju meja Eva dan duduk di sana.