Setelah menonton film komedi di bioskop, Rara dan Dina pergi ke taman kota untuk bersantai. Mereka berdua duduk di bangku taman sambil menikmati udara segar dan pemandangan indah. Mereka berbincang-bincang tentang film yang baru saja mereka tonton dan cita-cita mereka di masa depan.
Rara: Filmnya lucu banget, ya. Aku suka adegan yang dia lagi nyanyi di panggung, tapi suaranya fals. Hahaha.
Dina: Iya, lucu banget. Aku suka adegan yang dia lagi nyobain kostum superhero, tapi kostumnya kekecilan. Hahaha.
Rara: Iya, lucu banget. Tapi aku juga kagum dengan dia. Dia kan punya mimpi jadi komedian yang terkenal. Dia berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya.
Dina: Iya, aku juga kagum. Dia kan punya bakat menulis yang luar biasa. Dia bisa membuat orang-orang tertawa dengan lelucon-leluconnya.
Rara: Iya, memang. Kamu juga punya bakat menulis yang luar biasa, Dina. Kamu bisa membuat puisi dan cerita yang indah. Kamu pasti bisa jadi penulis yang terkenal.
Dina: Makasih, Rara. Kamu juga punya cita-cita yang mulia, Rara. Kamu mau jadi dokter yang bisa membantu orang-orang yang sakit. Kamu pasti bisa jadi dokter yang hebat.
Rara: Makasih, Dina. Kamu memang sahabat sejati. Kamu selalu mendukung aku.
Dina: Kamu juga sahabat sejati. Kamu selalu peduli dengan aku.
Mereka berdua pun tersenyum dan berpelukan. Mereka merasa bahagia karena memiliki sahabat yang saling mengerti dan menghargai. Mereka tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengawasi mereka dari kejauhan. Orang itu adalah Rudi, seorang siswa yang menyukai Rara. Rudi adalah seorang siswa yang sombong, angkuh, dan iri hati. Dia tidak suka melihat Rara dan Dina bersama. Dia merasa bahwa Dina mengganggu hubungannya dengan Rara. Dia ingin membuat Rara jatuh cinta padanya dan meninggalkan Dina.
Rudi: (dalam hati) Sialan, Dina. Dia selalu merebut Rara dariku. Rara itu kan milikku. Aku yang paling pantas untuk bersama Rara. Aku yang paling tampan, pintar, dan kaya di sekolah ini. Aku harus membuat Rara sadar bahwa aku adalah pilihan terbaiknya. Aku harus membuat Dina menjauh dari Rara. Aku harus membuat mereka berantem.
Rudi pun berjalan mendekati Rara dan Dina. Dia pura-pura tersenyum dan menyapa mereka.
Rudi: Hai, Rara. Hai, Dina. Apa kabar? Kalian baru pulang dari bioskop, ya?
Rara: Oh, hai, Rudi. Apa kabar? Iya, kami baru pulang dari bioskop. Kami nonton film komedi yang lucu banget.
Dina: Hai, Rudi. Apa kabar? Iya, kami nonton film komedi yang kocak banget.
Rudi: Wah, film komedi, ya? Aku juga suka film komedi. Film apa yang kalian tonton?
Rara: Kami nonton film yang judulnya "The Funny Guy". Filmnya tentang seorang pria yang mencoba jadi komedian, tapi selalu gagal dan membuat malu dirinya sendiri.
Dina: Iya, filmnya lucu banget. Banyak adegan yang bikin ketawa.
Rudi: Oh, film itu, ya? Aku juga pernah nonton film itu. Tapi menurutku, filmnya tidak lucu sama sekali. Filmnya malah bodoh dan membosankan. Aku tidak habis pikir, kenapa ada orang yang suka film seperti itu.
Rara: (terkejut) Kok bisa? Filmnya kan lucu banget. Aku dan Dina suka banget film itu.
Dina: (terkejut) Iya, kok bisa? Filmnya kan kocak banget. Aku dan Rara senang banget film itu.
Rudi: (menyeringai) Ya, itu kan karena kalian berdua tidak punya selera. Kalian berdua tidak tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kalian berdua cuma suka film yang murahan dan garing. Kalian berdua cuma buang-buang waktu dan uang saja.
Rara: (marah) Hei, jangan bicara seperti itu. Kamu tidak punya hak untuk menghina kami. Kami berdua punya selera yang baik. Kami berdua tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kami berdua tidak buang-buang waktu dan uang. Kami berdua menikmati film yang kami tonton.
Dina: (marah) Iya, jangan bicara seperti itu. Kamu tidak punya hak untuk menghina kami. Kami berdua punya selera yang baik. Kami berdua tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kami berdua tidak buang-buang waktu dan uang. Kami berdua menikmati film yang kami tonton.
Rudi: (mengejek) Oh, begitu, ya? Kalau begitu, coba sebutkan satu film yang bagus menurut kalian. Aku yakin kalian tidak bisa. Kalian berdua cuma bisa nonton film yang jelek dan tolol.
Rara: (menantang) Baiklah, kalau begitu, aku akan sebutkan satu film yang bagus menurutku. Film yang bagus menurutku adalah "The Doctor". Filmnya tentang seorang dokter yang berdedikasi untuk menyembuhkan pasien-pasiennya yang menderita penyakit langka. Filmnya menginspirasi dan menyentuh hati.
Dina: (setuju) Iya, film itu memang bagus. Aku juga suka film itu. Filmnya menginspirasi dan menyentuh hati.
Rudi: (mengejek) Hahaha, film itu, ya? Aku juga pernah nonton film itu. Tapi menurutku, filmnya tidak menginspirasi dan menyentuh hati sama sekali. Filmnya malah membosankan dan menyedihkan. Aku tidak habis pikir, kenapa ada orang yang suka film seperti itu.
Rara: (marah) Kok bisa? Filmnya kan menginspirasi dan menyentuh hati. Aku dan Dina suka banget film itu.
Dina: (marah) Iya, kok bisa? Filmnya kan menginspirasi dan menyentuh hati. Aku dan Rara suka banget film itu.
Rudi: (menyeringai) Ya, itu kan karena kalian berdua tidak punya selera. Kalian berdua tidak tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kalian berdua cuma suka film yang membosankan dan menyedihkan. Kalian berdua cuma buang-buang waktu dan uang saja.
Rara: (marah) Hei, jangan bicara seperti itu. Kamu tidak punya hak untuk menghina kami. Kami berdua punya selera yang baik. Kami berdua tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kami berdua tidak buang-buang waktu dan uang. Kami berdua menikmati film yang kami tonton.
Dina: (marah) Iya, jangan bicara seperti itu. Kamu tidak punya hak untuk menghina kami. Kami berdua punya selera yang baik. Kami berdua tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kami berdua tidak buang-buang waktu dan uang. Kami berdua menikmati film yang kami tonton.
Rudi: (mengejek) Oh, begitu, ya? Kalau begitu, coba sebutkan satu film yang bagus menurut kalian. Aku yakin kalian tidak bisa. Kalian berdua cuma bisa nonton film yang jelek dan tolol.
Dina: (menantang) Baiklah, kalau begitu, aku akan sebutkan satu film yang bagus menurutku. Film yang bagus menurutku adalah "The Writer". Filmnya tentang seorang penulis yang berjuang untuk menerbitkan karya-karyanya yang luar biasa. Filmnya kreatif dan imajinatif.
Rara: (setuju) Iya, film itu memang bagus. Aku juga suka film itu. Filmnya kreatif dan imajinatif.
Rudi: (mengejek) Hahaha, film itu, ya? Aku juga pernah nonton film itu. Tapi menurutku, filmnya tidak kreatif dan imajinatif sama sekali. Filmnya malah aneh dan tidak masuk akal. Aku tidak habis pikir, kenapa ada orang yang suka film seperti itu.
Dina: (marah) Kok bisa? Filmnya kan kreatif dan imajinatif. Aku dan Rara suka banget film itu.
Rara: (marah) Iya, kok bisa? Filmnya kan kreatif dan imajinatif. Aku dan Dina suka banget film itu.
Rudi: (menyeringai) Ya, itu kan karena kalian berdua tidak punya selera. Kalian berdua tidak tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kalian berdua cuma suka film yang aneh dan tidak masuk akal. Kalian berdua cuma buang-buang waktu dan uang saja.
Dina: (marah) Hei, jangan bicara seperti itu. Kamu tidak punya hak untuk menghina kami. Kami berdua punya selera yang baik. Kami berdua tahu apa-apa tentang film yang bagus. Kami berdua tidak buang-buang waktu dan uang. Kami berdua menikmati film yang kami tonton.