Mengenyam Kelam

Gia Oro
Chapter #2

Tanggapan Kelam

Napasnya yang dibuatnya tertahan secara perlahan-lahan dihembuskannya tatkala suatu hal melintas di tepian benak. Ia bersandar pada ujung sisi bangku panjang dengan wajah tepekur, sangat menyayangkan insiden yang tidak yakin apakah bisa disebut 'insiden' atau tidak. Kekecewaan itu begitu pekat di balik keluh kesah ayah yang ingin rasanya membawa insiden tersebut ke pihak berwajib. Akan tetapi dirinya merasa tidak memiliki kuasa untuk memaparkan pada pihak berwajib yang kini seruangan dengannya, yaitu pihak kepolisian.

Satu per satu orang-orang yang mengantre untuk melaporkan kehilangan suatu hal yang berharga pun keluar dari ruangan. Kini saatnya dirinya duduk berhadapan dengan sosok polisi yang terlihat berumur dengan beberapa helai uban di antara rambut hitamnya. Saat menerangkan apa yang menjadi laporan berupa kartu identitas yang tidak dapat ditemukannya dimana pun—hingga diyakini hilang, seorang polisi lainnya yang tampak jauh lebih muda masuk menuju sebuah ruangan.

"Mbak... Eeeehm... Fara—ditha Zakiyah, ini gimana ya?" tanya polisi di seberang meja seraya membaca nama di layar monitor komputer. Perhatian gadis yang namanya baru saja disebut barusan, pada ruangan yang tadi dimasuki polisi lain kembali pada polisi sepuh di depannya—yang terhalang komputer. Dengan isyarat tangan dari polisi yang dipenuhi jejak-jejak kerut di kulit yang mengesankan kebapakan itu, ia patuh untuk bangkit dari bangku untuk mencari tahu apa yang ingin ditanyakan.

Rupanya perkara pengetikan yang tidak dimengerti. Gadis berjilbab itu berusaha memaklumi dengan memetik uzur bahwa mungkin polisi ini ditugaskan bekerja di belakang komputer di usianya yang sudah melewati masa muda—tentu hanya beberapa hal saja yang bisa dimengerti. Ia lantas membantu dengan menekan beberapa tombol papan ketik, sebelum kemudian sang polisi sepuh berterima kasih.

Kembali duduk di bangku semula, dinantinya surat kepolisian yang berisi laporan kartu identitasnya yang hilang dicetak oleh mesin pencetak. Ia lantas diminta menerima hasil cetakan untuk memastikan data yang telah diketik apakah sudah benar atau tidak. Ternyata namanya ada sedikit kekurangan, seperti kurang satu huruf. Faraditha menjadi Faradita. Ia kemudian memberi tahu dan menunjukkan mana yang salah.

Polisi sepuh itu memeriksa layar monitor yang menampilkan apa yang telah diketiknya. Kemudian menambahkan huruf yang terlupakan, dicetaknya kembali. Sayangnya saat diminta memeriksa kembali, Faraditha menemukan bagian di bawah untuk tanda tangan ternyata kurang satu huruf juga. Kembali lagi, ditambahkan huruf yang kurang, dan dicetak kembali.

Seorang polisi muda yang masuk ke salah satu ruangan tadi keluar, melihat sang gadis berjilbab yang memegang dua lembar kertas, yang menjadi satu-satunya seorang warga yang dilayani seniornya. "Kenapa, Pak?" tanyanya menghampiri seraya menahan senyum, seperti ada kesan bahwa bukan sekali dua kali seniornya pernah buat kekeliruan seperti saat ini.

"Ini, ada yang kurang hurufnya, dicetak lagi," jawab sang polisi sepuh sembari menyerahkan cetakan yang ketiga. "Padahal tadi gak ada yang salah waktu ada laporan sebelum mbak ini."

"Mungkin mereka tidak memperhatikan banget...?"

Lihat selengkapnya