Mengenyam Kelam

Gia Oro
Chapter #9

Lorong Kelam

"Mana warung baksonya...???" tanya Daniel yang lebih terkesan membatin. Pemuda itu mengikuti arah Faraditha memandang ke sebuah kedai yang tutup. Sesaat setelahnya menoleh pada gadis berjilbab itu, yang kemudian gadis itu menoleh pula dengan pandangan yang bertemu. Daniel membuang muka melihat wajah mengernyit gadis itu seraya tersenyum kecut.

"Ehm, kita cari warung bakso lainnya ya, kak?"

"Kudu bakso?!" Daniel kembali mematutkan pandangannya pada Faraditha, raut wajahnya sangat menunjukkan sekali kejengkelan di dalam diri.

"Yeaaa... saya tau kok bakso malang lainnya!" Faraditha berusaha meyakinkan, diam-diam merasa sungkan karena telah membawa Daniel ke ranah kekesalan.

"Harus bakso malang?"

Faraditha menelan air ludah melihat wajah pemuda yang seperti mengajak adu keributan. Hampir dilupakannya bahwa ia tengah bersama seseorang dari pasar gelap. Menyadari untuk apa pertemuannya dengan Daniel, Faraditha menunduk sebentar namun kelihatan seperti anak kecil yang takut untuk bicara di mata Daniel.

Pemuda itu mengembuskan napas, turut menyadari pula dirinya mungkin saja sudah kasar meski tidak ada tutur katanya bernada melangit. Mengira Faraditha tengah ketakutan, ia lantas menghadapkan tubuhnya pada gadis itu. "Yaudah, mau kemana kita? Gunung? Kebun stoberi? Rumah nenek?"

Faraditha mengangkat pandangan, tidak mampu menyembunyikan lengkungan bibirnya yang berusaha menahan tawa. Meski Daniel tetap terlihat ketus, tetapi bisa disadarinya bahwa senior masa SMA-nya itu berusaha untuk mencairkan suasana di antara mereka berdua dengan berlagak seperti sebuah kartun. "Warung bakso malang aja ya?!"

Daniel mengangguk-angguk seraya tersenyum kecil. Sosok gadis yang selalu dipantaunya dan juga sosok adik semata wayang sekelebat melintas dalam benak, membuatnya merasa ingin lebih ramah lagi pada Faraditha. "Naik ojol lagi gak?"

"Nggak, kali ini angkot aja!"

Tidak perlu lama menanti mobil angkot, Faraditha mempersilakan Daniel naik ke angkot lebih dulu, menyusul gadis itu kemudian. Tidak ada obrolan selama dalam perjalanan, karena diam-diam Faraditha berusaha mengingat-ingat apa-apa yang dilalui angkot. Lokasi bakso malang yang barusan ia dan Daniel kunjungi sangat berdekatan dengan tempat tinggalnya dulu sebelum pindah rumah ketiga kalinya. Ia merasa saat ini seperti tengah mengenang masa remaja—meski saat ini tetap merasa sebagai remaja. Sedikit terharu karena telah banyak yang berubah selama perjalanan sampai tiba ke kedai selanjutnya.

Ketika turun dari angkot dan akan membayar, Faraditha sedikit bersyukur karena cuaca tidak semenyengat tengah hari. Udara cukup menenangkan tatkala bersinggungan meski di bagian tubuh yang tertutup pakaian—sampai lupa dirinya tengah bersama pelaku dari pasar gelap. Setelah beberapa langkah menuju kedai selanjutnya, gadis itu baru menyadari bila Daniel sejak tadi melangkah di belakangnya.

"Kenapa lu?" Daniel hampir menautkan kedua alis mata ketika Faraditha berhenti melangkah dan membalikkan badan ke arahnya.

Faraditha menggeleng, enggan berterus terang bahwa seharusnya ia takut pada Daniel si pelaku pasar gelap, ya sudah diyakininya itu, apalagi dengan Daniel yang berada di belakang. Gadis itu kembali memutar arah ke sebelumnya, berusaha mensyukuri karena tidak ada celaka yang diterimanya dari sang senior masa SMA.

"Ehhh???" Faraditha menghentikan langkah begitu sudah berdiri di depan kedai yang dituju, kembali lagi membalikkan badan ke arah Daniel.

"Kenapa lagi dah?" Daniel yang semulanya masa bodo karena Faraditha tadi menghentikan langkah dan membalikkan badan, kali ini benar-benar dibuat heran.

"Saya lupa. Ini warung bakso gepeng. Bukan bakso malang."

Daniel menekan bibir bawahnya dengan deretan gigi atasnya, sangat jelas tengah menahan kesal. Ia mengira akan diajak jalan lagi oleh gadis ini untuk mencari kuliner incaran.

Lihat selengkapnya