Menggapai Mimpi di Tengah Keterbatasan

E. Precious
Chapter #8

Ujian Akhir Semester

°°°

Matahari pagi yang cerah menyelinap masuk melalui tirai kamarku, tapi aku tak bisa menikmati hangatnya.

Hari ini adalah hari penting: ujian akhir semester. Seluruh perjuanganku selama ini akan diuji, dan yang paling berat, hasil ujian ini akan menentukan kelangsungan beasiswaku.

Beasiswa inilah yang membuatku bisa melanjutkan kuliah hingga sejauh ini, dan aku tahu betapa pentingnya mempertahankannya.

Aku duduk di tepi tempat tidur, mencoba menenangkan diriku sendiri.

Segalanya terasa begitu berat. Rasanya seperti seluruh beban ada di pundakku, dan satu langkah kecil yang salah bisa membuat semuanya runtuh. Aku harus sukses dalam ujian ini, tidak ada pilihan lain.

Teleponku berbunyi, mengagetkanku dari lamunan. Sebuah pesan dari Rina muncul di layar.

_Rina_: "Kamu siap, kan? Jangan khawatir, kita pasti bisa lewatin ini! Aku percaya kamu bisa."

Aku tersenyum kecil membaca pesannya. Rina selalu tahu kapan harus memberikan dukungan, dan kali ini, aku membutuhkannya. Meski pesannya singkat, kata-katanya sedikit mengangkat beban yang kurasakan.

Aku membalas singkat, “Terima kasih, Rina. Semoga kita sama-sama bisa.”

Sebelum berangkat ke kampus, aku melirik catatan yang sudah kuisi penuh dengan materi ujian.

Aku mengulang beberapa poin penting dalam pikiranku, mencoba memastikan semuanya benar-benar tertanam.

Setelah merasa cukup siap, aku mengambil tas dan berjalan keluar.

***

Di kampus, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Mahasiswa-mahasiswa lain sibuk berdiskusi, mengulang-ulang pelajaran terakhir, atau sekadar melamun dengan pandangan kosong.

Ujian seperti ini memang selalu membuat semua orang sedikit gila. Aku bertemu Rina di depan ruang ujian. Dia tampak gugup, tapi berusaha tersenyum padaku.

"Bagaimana? Kamu sudah siap?" tanyanya, meskipun jelas dari raut wajahnya kalau dia juga sama khawatirnya denganku.

Aku mengangguk. "Aku nggak tahu, Rin. Rasanya aku sudah belajar sekuat tenaga, tapi tetap saja ada kekhawatiran. Gimana kalau aku nggak berhasil? Beasiswaku bisa dicabut."

Rina menepuk pundakku lembut. "Hei, jangan berpikir yang buruk dulu. Kamu sudah bekerja keras selama ini. Percayalah, hasilnya nggak akan mengecewakan. Lagi pula, kamu selalu lebih pintar daripada yang kamu pikirkan."

Aku tersenyum lemah, meskipun di dalam hati ketakutan itu tetap ada. Kami masuk ke ruang ujian, dan perasaan cemas semakin memuncak.

Dosen mulai membagikan lembar soal, dan aku mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ini saatnya.

Selama ujian, aku berkonsentrasi sekuat tenaga. Mataku fokus pada setiap soal, dan tanganku bergerak cepat, menulis jawaban dengan harapan semua yang kupelajari masuk ke otak dan tertuang di atas kertas.

Setiap detik terasa berharga. Ketika aku merasa tersendat pada sebuah soal, jantungku berdegup kencang. Namun aku berusaha untuk tidak panik, mencoba mengingat kembali semua yang sudah kucatat dan pelajari.

Lihat selengkapnya