Menggapai Mimpi di Tengah Keterbatasan

E. Precious
Chapter #10

Terasa Berat

°°°

Kuliahku sudah berjalan hampir tiga semester, dan rasanya tidak pernah aku membayangkan perjalanan ini akan sesulit ini.

Setiap harinya adalah tantangan baru, dan aku hanya bisa bertahan dengan harapan bahwa semua ini akan berakhir sesuai harapanku.

Pada semester pertama, aku masih bisa menatap masa depan dengan penuh optimisme, meskipun beberapa mata kuliah terasa sulit.

Setidaknya aku punya Rina, sahabat baikku di masa kuliah, yang selalu bersamaku dalam menjalani semua ini.

Kami berdua sering belajar bersama di ruang perpustakaan kampus yang dingin.

Suasananya tenang dan nyaman, membuat kami lebih fokus.

Rina selalu menjadi teman belajar yang menyenangkan, meski kadang kami sama-sama lelah.

Saat kami merasa tugas terlalu sulit, kami tidak segan-segan meminta bantuan dari tutor kampus, yang biasanya adalah kakak tingkat yang bersedia membantu.

Kami akan duduk bersama, mendiskusikan soal-soal matematika yang rumit atau mencari referensi untuk makalah yang harus diselesaikan.

Namun, semua itu mulai berubah saat semester ketiga berjalan.

Semester yang seharusnya berjalan dengan tenang ini malah berubah menjadi beban yang berat.

Dosen-dosen mulai menumpuk tugas, satu demi satu.

Rasanya, mereka tidak pernah memberi kesempatan bagi kami untuk bernapas.

Setiap tugas terasa lebih sulit dari tugas sebelumnya, dan waktu yang kami miliki untuk menyelesaikannya semakin terbatas.

Hampir setiap malam aku begadang, duduk di depan laptop, berusaha keras menyelesaikan tugas-tugas yang terasa tak ada habisnya.

Kadang, aku bisa merasakan kepalaku berdenyut-denyut, seolah-olah otakku menolak untuk berpikir lagi.

Tapi, aku tidak punya pilihan lain.

Beasiswa yang aku terima mengharuskanku mempertahankan nilai yang tinggi.

Jika nilaiku turun, beasiswa itu bisa dicabut, dan aku mungkin harus meninggalkan kampus ini.

Malam ini pun aku kembali terjaga.

Di depanku, layar laptop bercahaya redup, menerangi tumpukan kertas dan buku-buku yang berserakan di meja.

Jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari.

Aku mengusap mataku yang sudah berat dan terasa perih. Sejujurnya, aku lelah. Sangat lelah. Tapi aku tahu aku harus terus bertahan.

Saat aku sedang terlarut dalam pikiranku, layar ponselku tiba-tiba menyala. Ternyata pesan dari Rina.

_"Masih ngerjain tugas, Cit?"_

Lihat selengkapnya