Aku lelah!
Lelah raga dan pikiran.
Tuntutan kuliah semakin hari semakin banyak.
Kedua orang tuaku mengalami kerugian besar, karena harga hasil pertanian sangat rendah.
Aku ingin marah. Namun, marah kepada siapa?
Orang tuaku sudah bekerja keras di ladang dari pagi hingga petang. Namun, apa yang mereka dapat? Hanya rasa lelah.
Kenapa bisa?
Kenapa bisa harga pupuk meroket tinggi, tetapi harga hasil pertanian merosot rendah?
Kenapa situasi ini bisa terjadi?
Akh! Ingin rasanya aku menggerakkan roda perekonomian untuk kalangan bawah.
Aku merasa, kami, kalangan menengah bawah, mendapat situasi–di mana usaha kami tidak sesuai dengan apa yang kami kerjakan.
Apakah ini yang dinamakan ketidakadilan? Atau justru keadilan yang tertunda?
Aku yakin jika usaha tidak akan mengkhianati hasil, tetapi setelah kejadian ini, aku menjadi ragu dengan keyakinan itu.
Tidak dengan kedua orang tuaku–mereka masih percaya dan yakin jika usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Di tengah kesulitan ini, Ayah dan Ibu menunjukkan sikap yang tidak pantang menyerah.
Mereka tahu bahwa meskipun panen kali ini gagal, masih ada harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Setiap pagi, mereka kembali ke ladang dengan semangat baru.
Aku bisa membayangkan Ayah, meskipun sudah lelah oleh usaha sebelumnya, tetap bangkit dan menggali tanah, mempersiapkan untuk menanam sayuran yang baru. "Kita harus tetap berusaha, Bu," katanya kepada Ibu, "kita tidak bisa menyerah pada satu kegagalan."
Ibu pun setuju. "Kita masih punya waktu untuk menanam lagi. Sayur-sayuran ini, jika bisa tumbuh dengan baik, mungkin akan membawa rezeki yang lebih baik," ujarnya penuh keyakinan.