"Om suka sama Miss Billa ya?"
Zulfikar terperanjat mendengar celetukan yang tiba-tiba saja datang dari mulut Dea. Entah bagaimana bisa remaja itu menyimpulkan seperti itu, zul tidak tahu pasti. Yang jelas, kata-kata itu tepat menohok hatinya.
"Orang bego aja bisa tahu kalo Om suka sama Miss Billa dalam sekali lihat." Tanpa sekalipun memperhatikan kedua mata Zul yang tengah memelototinya, Dea sibuk memainkan ponsel di tangan. Sesekali ia terkikik begitu membaca chat balasan dari temannya.
"Om, lihat depan Om. Bahaya tau kalo Om sampe meleng," Dea melirik Zulfikar, lantas terkikik geli begitu mendapati ekspresi om-nya yang terkejut.
"Oh ... Ah … Ok."
Zul mendadak salah tingkah, ia duduk dengan gelisah di balik kemudi. Meskipun ia mengalihkan pandangan ke jalanan di depan, namun pikirannya sendiri sudah terbang entah kemana.
"Om, lampu merah!" Dea berseru.
Zulfikar panik. Dengan segera dihentikan mobilnya sebelum benar-benar terlambat.
Fiuh … untung saja.
Zulfikar menyeka keringat yang membasahi dahinya. Bahkan AC mobil kini tak mampu mendinginkan dirinya. Dia beralih ke Dea yang kini kembali sibuk memainkan ponsel. Sesekali diarahkan ponsel tersebut di depan wajah, lantas suara kamera akan terdengar beberapa detik kemudian.
Zul menghela napas melihat keponakannya.
"Dea mau bantuin Om, nggak?"
Perkataan Zul sontak membuat Dea menoleh padanya. Hanya beberapa detik. Sebelum akhirnya suara ketawa Dea memecahkan keheningan di antara mereka.
Zul merasa wajahnya begitu panas.
"Bantu pedekate sama Miss Billa?" Dea menutup mulutnya, menahan tawa, "ogah ah!"
"Ih kok gitu?!" Zul terperangah mendengar respon Dea. Sepertinya akan sulit membujuk keponakannya tanpa sogokan.
"Miss Billa itu terlalu berharga buat Om."