Menggapai Surga Cintamu

Hanachan
Chapter #2

Chapter 2

“Aku mau minjem duit.”

Itu kata Erieka semalam, sepulang Ellis dari tempat kerja. Sepatunya bahkan belum terbuka, dan Erieka sudah meminta uang.

Ellis masuk rumah dengan kesal, setengah tak peduli ucapan Erieka barusan. Bahunya yang lelah bersandar di salah satu lengan kursi di ruang tamu. Merasa rileks, Ia memejamkankan matanya, hampir tertidur.

“Kamu dengar nggak sih?!” Suara Erieka terdengar lebih keras. Ia menghempaskan pantatnya begitu saja di kursi di depan Ellis. Mengamati perempuan itu memejamkan matanya dan berlagak tak peduli. Kedua lengan Erieka menyilang di depan dada. Kakinya menghentak kesal sementara wajahnya seketika berubah masam.

“Lagi gak ada duit. Bukannya kemarin udah aku pinjemin?” setengah malas Ellis berkata sembari menutup kedua kelopak matanya yang penat. Tas kecil berwarna merah marun tergantung lemah di pundak kirinya.

“Kamu kuatir uangmu gak kubalikin?” Erieka berdecak sinis. Salah satu ujung bibirnya terangkat, membentuk ekspresi tak menyenangkan. “Alasan aja! Mana duitnya?” kedua tangannya terulur tepat di depan wajah Ellis.

Ellis membuka mata dan mendengus kesal. Kalau saja mereka tidak bersahabat semasa kuliah dulu, tentu ia takkan sudi menampung dan berbaik hati meminjami Erieka uang.

Dengan kasar, ditariknya beberapa lembar uang seratus ribu dari dalam tas lantas melemparnya begitu saja ke tangan Erieka yang masih menengadah.

“Heh! Kurang ajar!” Erieka kaget menerima perlakuan itu. Namun tak urung dikantonginya juga uang itu dengan gembira..

“Kenapa?! Udah dipinjemin masih aja nyolot.” Ellis beranjak dari kursi tempatnya duduk. Entah kenapa ia merasa muak melihat wajah di hadapannya itu. Dia bergegas masuk ke kamar, menyeret malas tas selempangnya, lantas dengan kasar membanting pintu. 

Erieka tersenyum senang. Di ruang tengah ia bergegas mengambil remote TV setelah sebelumnya mengambil beberapa biskuit dan roti di dapur. Kedua kakinya diletakkan di atas meja sembari sesekali tertawa menonton tayangan komedi di televisi.

Dan sekarang, Sepuluh menit lagi menuju pukul dua belas malam.

Erieka baru saja membuka pintu rumah ketika berbagai benda melayang ke arahnya. Beberapa pakaian terlempar telak ke wajahnya. Tas-tas berhamburan. Semua adalah barang-barang miliknya.

Di depannya, Ellis berdiri dan berkacak pinggang. Wajahnya merah padam menahan amarah. Dia menendang pakaian-pakaian itu dengan kakinya. Beberapa masih terinjak.

“Heh! Maksud kamu apa?!” Erieka memunguti pakaian dan tasnya yang berserakan di lantai. Sepatu yang tadi dipakainya dilempar ke salah satu sudut di ruang tamu.

“Lagi kumat gilanya ya?!” Erieka masih mengoceh, sementara tangannya tak henti memunguti pakaian yang berserakan hingga ke bawah kursi.

“Pergi kamu!” Ellis masih berkacak pinggang. Dia sudah membenahi rumah seharian dan menunggu Erieka pulang hingga larut malam hanya agar bisa meluapkan kekesalannya. “Tak tahu diri. Makan tidur seenaknya. Kamu di sini itu udah kayak kebo!”

“Kamu lagi kesetanan apa sih?” Erieka masih belum mengerti arah perkataan Ellis. Seharian tadi ia asyik menghamburkan uang pinjamannya. 

“Liat nih rumah! Hancur semua gara-gara preman sialan yang nagih utang!” 

Hutang? Erieka berpikir sejenak. Dia ingat beberapa hari lalu bertemu dengan salah satu kawannya. Santoso. Ya, itu namanya. Ia terlihat seperti seorang pengusaha sukses. Santoso juga berbaik hati meminjaminya uang dan berkata boleh mengembalikan kapan saja. Tapi Erieka sama sekali tak menyangka kalau kawannya itu ternyata adalah seorang rentenir dan telah mengirim preman untuk menagih hutangnya. Keterlaluan.

“Aku ditipu, Lis. Mana aku tahu kalau dia ternyata rentenir … .“ Erieka memasang wajah memelas, mencoba menarik simpati Ellis. Dia berharap bisa tinggal di rumah itu lebih lama lagi. Erieka hanya sendirian di kota Surabaya ini. 

“Buang tuh wajah melas. Udah ga ngaruh. Bawa tuh barang-barang dan segera pergi dari rumahku.” Ia menendangi pakaian Erieka yang sempat terinjak kakinya. Pakaian itu meluncur bebas ke depan Erieka. Beberapa pakaian mahal yang dibelinya sobek di bagian lengannya. Erieka menatap Ellis marah. 

“Itu beli pake duit aku kan?” Ellis menunjuk tas belanjaan Erieka dan langsung menyambarnya. Ia segera membawa tas-tas itu ke kamar dan meninggalkan Erieka sendirian memunguti pakaian di ruang tamu.

 

***

Lihat selengkapnya