Menggapai Surga Cintamu

Hanachan
Chapter #3

Chapter 3

Sebuah café di Jalan Basuki Rahmat.

Erieka tak pernah menyukai tempat seperti taman. Tak banyak yang bisa dinikmati di sana. Hanya barisan pepohonan dan bebatuan yang tersusun dingin dan sunyi.

Terutama ketika ia menjumpai pasangan muda mudi asyik berduaan dan bermesraan di sana. Rasa muak bercampur keirian tiba-tiba saja menelusup hatinya.

Meski hal yang sama bukan tidak mungkin dilihatnya kembali pada salah satu meja di café ini.

Langit mulai beranjak kemerahan ketika ia mendapati sepasang kekasih bergandengan mesra memasuki café. Hatinya sontak mencibir. Pasangan itu duduk di salah satu tempat dekat mejanya.

“Jadi kapan tanggal pernikahan kita, Mas?” Si wanita berambut pendek sebahu itu berkata manja sambil bergelayut di lengan Si Lelaki.

Dulu Erieka pernah berkata sama seperti itu, namun Ibunda menghadiahinya sebuah tamparan. Bukan hanya tamparan fisik, tapi tamparan telak ke ulu hati.

Tidak akan ada pernikahan, kata Ibunda.

Dan Bapak mengangguk mengiyakan.

“Henry itu pria beristri!” Bapak memberi penegasan yang menyakitkan. Raut wajah beliau menyiratkan keputusan yang tak bisa diganggu gugat.

“Tapi Henry seorang pria mapan, Pak! Hidup Erieka akan terjamin kalau bisa menikah dengannya. Kita bisa senang. Erieka bisa hidup bahagia!” Menggebu gebu, Erieka berusaha menyadarkan Bapak. Matanya memancarkan ambisi akan kesenangan hidup yang diraihnya kelak. Dan jalan menuju itu semua hanyalah persetujuan Bapak.

Ibunda tergugu memandang sikap anak tertuanya, “Dengan merusak rumah tangga orang lain, maksudmu? Istighfar, nduukk … eliiiingg … Ibu tidak membesarkanmu hanya untuk menjadi istri simpanan orang! Ibu mendidikmu sedari kecil agar kau bisa lebih bermoral dari permintaanmu itu!”

Tak bermoral? Sekejam itukah penilaian ibunda? Erieka membatin penuh luka. Baginya, Henry lebih baik dari lelaki manapun yang dulu pernah menghiba cintanya. Henry seorang pria mapan yang menawarkan berjuta kesenangan. Menjadi istri kedua hanyalah persoalan kecil yang dihadapinya kelak.

Namun Bapak dan Ibunda menghalanginya meraih semua kebahagiaan itu.

“Memang apa salahnya? Kenapa Bapak sama Ibuk ga pernah mau mengerti Erieka? Kenapa kalian ga pernah peduli sama Eriekaaa???” Erieka berteriak kalap, seolah melupakan kodrat sebagai seorang anak yang harus menghormati orangtua.

Plaakkk!!!

Lihat selengkapnya