Ah, datang! Akhirnya datang!
Erieka yang sedang sibuk mematut diri di depan cermin hampir saja melompat kegirangan begitu mendengar suara bel di depan pintu berbunyi pagi itu.
Pasti dia! Pasti dia! Padahal baru 45 menit yang lalu lelaki itu mengiriminya pesan akan datang ke rumah.
'Aku lagi pengen Chicken Cordon Bleu nih, udah lama nggak makan enak.'
Itu yang diucapkan Erieka semalam. Dan sekarang ia penasaran setengah mati apa lelaki itu akan benar-benar membawakan Chicken Cordon Bleu yang sangat diidamkannya.
Ting tong!
Bel kembali berbunyi. Sepertinya belum ada orang yang membukakan pintu. Dan Erieka juga belum bisa keluar sekarang. Tidak, sebelum riasannya selesai. Ia tidak ingin keluar dengan penampilan yang menyedihkan. Yah, meskipun itu bagus juga untuk menarik simpati.
Ck! Kemana semua orang pergi? Kenapa tidak ada seorangpun yang membukakan pintu?
"Ni! Aini! Bukain pintu dong! Ada tamu tuh!" Erieka melongokkan kepalanya keluar kamar, lantas berteriak memanggil adik bungsunya.
Aini, dengan celana panjang warna abu dan kaos merah muda segera datang dari arah dapur. Disambarnya cardigan hitam dan jilbab merah sebelum ia berlalu ke arah ruang tamu.
"Assalamualaikum," suara familiar itu langsung menyapa gendang telinga Aini begitu ia membuka pintu. Di depannya, Zulfikar berdiri dengan senyuman mengembang di wajah tampannya. Kali ini ia memakai kemeja abu tua dan celana panjang hitam. Tanpa dasi juga jas yang selalu ia gunakan saat berangkat ke kantor.
Hanya sedikit perubahan saja, tapi Zul terasa begitu berbeda sekarang. Ditambah lagi aroma wangi yang keluar dari tubuh lelaki itu begitu menggoda. Aroma harum yang lembut dan tidak terlalu kuat. Aini jarang menyukai wangi parfum karena ia akan langsung sakit kepala begitu mencium baunya meski dari kejauhan saja, namun kali ini ia begitu mengagumi parfum yang dipakai lelaki itu.
"Ai?"
"Ah, waalaikumsalam," kedua pipi Aini merona merah, malu karena kepergok melamun di depan seorang lelaki.
"Silakan masuk, Mas. Mau ketemu ibu?" tanya Aini, membuka lebar kedua pintu ruang tamu dan mempersilakan Zul masuk.
"Iya Ai. Ah, Mbak Erieka ada kan?" Zul bertanya, setelah mendaratkan pantatnya pada sofa. Tangannya meletakkan bungkusan plastik berisi beberapa buah tempat makanan dari sterofoam ke atas meja.
Aini langsung mengernyitkan keningnya begitu mendengar nama Erieka disebut.
Untuk apa Zul menemui Mbak Erieka? Apa mereka berhubungan dekat?
Meskipun tidak begitu suka mendengarnya, tak urung Aini menjawab juga pertanyaan itu,
"Iya ada, lagi di kamar. Bentar lagi juga keluar." Seketika, ia merasa tidak ingin lagi berlama-lama di ruang tamu.