Menggoda Janda

rhee
Chapter #9

Sahabat Lama #9

Bab 9

Janji itu utang

Tapi tidak setiap utang telah dijanjikan

Nanti saja bayar 

Pakai nominal

Bukan pakai janji

Karena kau berutang uang

Bukan berutang janji!

Adzan maghrib menggema. Danu baru bisa menghembuskan napas dengan lega. Pertolongan Maman sangat berarti. Danu merasa tidak rugi dengan mentraktirnya makan di warteg hingga akhirnya ia akan bisa bertandang ke rumah janda itu. Ini menjadi kedatangan yang pertama buat Danu. Semua harus memberikan kesan yang baik. Bahkan sangat baik, dalam segala hal. Penampilan dan konsentrasi keilmuan. Jaman sekarang lelaki dengan otak yang bodoh sudah tak laku. Begitu pikir Danu. Ia harus pintar menjalin komunikasi. Danu sangat yakin dengan dirinya. Ia mampu melakukan itu.

Artiningsih bisa mengerti setelah Danu mengirim pesan WA kepada istrinya di rumah tentang kepulangannya yang agak terlambat hari itu. Danu beralasan ingin silaturahim ke rumah Yudha. Arti tahu betul sahabat suaminya tersebut. Tentu saja Yudha seorang lelaki baik.

Danu harus pula benar-benar menemui Yudha, temannya sewaktu SMA. Ini semata agar semua nyata adanya. Kedatangannya ke rumah Yudha akan menyamarkan semua kecurigaan Arti ketika istrinya itu kelak mencoba menyelidikinya. Bukankah kemalangan bisa menimpa siapa saja? Batin Danu. Maka sejak dini, Danu harus berjaga untuk mengantisipasinya. 

Telepon Danu diterima Yudha dengan senang hati. Yudha adalah sahabatnya sejak masih duduk di bangku SMA kelas 1, dan hingga sekarang. Tetapi kesibukan masing-masing membuat mereka jarang bertemu. Namun, Yudha tetap menjadi sahabat terbaik bagi Danu. Ia sendiri senang dengan segala keterbukaannya kepada Yudha. Yudha orang yang bisa dipercaya sejak dulu. Hatinya bagai kuburan. Jika ia menyimpan rahasia, maka rahasia itu akan selalu terpendam di dalam dadanya. 

Sejenak Danu mematut diri didepan cermin dekat dengan tempat wudhu yang ada di masjid At Taufik, sekitaran jalan Sekepanjang. Maman memperhatikannya. Ia berdecak.

“Udah keren, Bro. Cukup mantap buat penampilan perdana segitu juga.” ujarnya membesarkan hati seraya meninggalkan Danu dan memilih berdiri diluar Masjid. Danu menyeringai, tak lama kemudian ia mengikuti dimana Maman berada.

 “Perlu kutemani?” Maman menawarkan diri. Danu menatapnya seraya membuka sebungkus rokok yang baru dibelinya tadi di kios pinggir jalan. Mereka berdiri ditepi jalan. Melihat beberapa kendaraan yang melintas.

“Dalam kancah ‘kependekaran”, mungkin kamu lebih piawai dariku. Tapi dalam dunia kebuaya daratan, kayaknya aku lebih unggul darimu, Bro.” Maman berkata seraya melipat kedua tangannya didepan dada. Danu meliriknya. Kadang ia muak dengan kejumawaan sahabatnya itu. 

Lihat selengkapnya