Menggoda Janda

rhee
Chapter #3

Kecurigaan Arti#3

Bab 3

Asmara itu selalu menggoda

Apalagi asmara kepada janda

Tiap detik kita merana

Bagaimana cara meminangnya

Waktu tetap bergeser tanpa jeda

Sebagaimana benak tiada jua

Berhenti mengunyah rupa

Seorang perempuan janda!

Diatas teras loteng tempat istrinya menjemur pakaian jika telah selesai mencuci, Danu duduk diam dikursi kayu. Asap rokok mengepul dari bibirnya, sementara sesekali seruputan kopi panas menemaninya. Terasa begitu nikmat. Ia masih memainkan ponselnya ketika tiba-tiba keinginannya untuk menghubungi Sari membuncah bukan kepalang. Ia mulai mencoba meneleponnya.

“Assalamu’alaikum, Sari…” sapa Danu saat telepon diterima.

“Wa’alaikumussalam.. Aa Danu…” suara Sari begitu merdu dan lembut. Ada rasa senang dalam nada suaranya.

“Gak ganggu nih aku nelepon Sari?” basa-basi Danu. 

“Gak dong A. Setiap saat Aa nelepon, Sari suka aja kok.” jawab Sari dengan manja. Danu menelan ludah. 

“Gimana Aa jualan peuyeumnya sukses?”

“Sukses dong. Cuma rugi tiga kilo kan peuyeumnya pada bahe.” Sahut Danu. Sari tertawa renyah. (Bahe = Tumpah).

“Lain kali jualan peuyeumnya pake roda aja, A.”

“Iya sih. Pake pikulan pundak Aa juga jadi pada lecet.” 

“Euhh kacian Aa.”

“Iya, aku emang kacian nih.”

“Mau Sari pijiti, A?” suara Sari pelan saja. Namun membuat jantung Danu agak berdetak keras.

“Gak usah, lain kali aja, ya.” kekeh Danu menepiskan kegugupannya.

“Aa kapan-kapan kita ketemuan, yuk?” ajak Sari. Lagi-lagi membuat Danu tersentak. Darahnya mendadak berdesir cepat.

“Boleh, kapan?” suara Danu agak parau.

“Ya, Aa kapan aja ada waktunya…”

“Iya nanti…” suara Danu terputus tiba-tiba karena ternyata Artiningsih, istrinya mendadak datang dengan membawa ember kecil berisi pakaian basah. Memucat wajah Danu. Ia salah tingkah sementara telepon gengam masih menempel ditelinga.

“Halo Aa…kenapa diam?” suara Sari. Artiningsih menatap Danu dengan kedua alis bertaut. Danu makin memucat. Ia merasa seluruh tubuhnya menjadi dingin. Danu menurunkan telepon genggam yang sesaat tadi masih menempel ditelinganya. Ia mematikan telepon tersebut begitu saja.

“Kenapa ngobrol diteleponnya gak diterusin, Kang?” pertanyaan Artiningsing membuat Danu gelagapan. Apalagi saat istrinya menatap wajah Danu dengan lekat.

“Gak, ini Maman ngajak keluar,” jawab Danu kikuk. Istrinya memandang dengan mata penuh selidik. Danu menelan ludah dengan susah payah.

“Lagi nelepon perempuan, ya?” tebak Artiningsih. Kedua mata perempuan itu menatap tajam wajah suaminya. Danu kelu. Ia merasa dikuliti. Tatapan istrinya menghujam sampai ke dasar hatinya. Ada rasa cemburu dikedua mata itu. Danu bangkit.

Lihat selengkapnya