Saka POV
Dua Tahun yang Lalu
Saat aku membuka pintu kamar kos yang akan aku huni selama kurang lebih 3,5 tahun ke depan, hanya ada sebuah tempat tidur berukuran single, satu meja belajar dengan kursi kayu keras, dan sebuah almari. Kipas angin dinding terpasang di salah satu pembatas antara kamar mahasiswa yang lainnya. Sementara untuk mandi, kami akan menggunakan kamar mandi bersama yang letaknya ada di pojok setiap lantai kos-kosan dengan dua lantai ini. Bukan sebuah kos mewah, tapi juga tidak terlalu buruk untuk anak laki-laki pertama dari sebuah keluarga sederhana di pedesaan.
Kuletakkan kedua tas ransel di atas tempat tidur. Hanya dua tas ini yang aku bawa untuk menampung baju dan perlengkapan lainnya. Saat aku membuka jendela dan pintu kedua di kamar ini, angin segar masuk dari luar. Ini adalah alasan kenapa aku memilih kamar kos ini di antara pilihan lainnya. Ada balkon kecil yang tidak terhubung dengan pintu masuk kamar. Tak ada meja kursi di sini, namun ada jemuran untuk pakaian. Di kanan kiri yang hanya terpisah tembok setengah badan, aku bisa melihat balkon mahasiswa lainnya.
“Hai,” sapa tetangga di sebelah kanan kamarku.
“Hai.” Aku mendekat, kuulurkan tanganku. “Saka.”
Dia memindahkan batang rokok yang sedang ia hisap ke dalam mulutnya lalu menggunakan tangannya yang kini bebas untuk menjabat tanganku. “Edo. Jurusan apa?”
“Akuntansi. Kau?”
“Teknik Mesin. Mahasiswa baru ya? Asal mana? Aku dari Botang.”
“Botang? Jauh juga. Aku dari Winota, pernah dengar?” Dia menggeleng. Tak aneh, dia sendiri dari luar pulau dan Winota memang hanya sebuah kabupaten yang tidak terlalu populer.
Aku membiarkan pintu dan jendela balkon terbuka. Dari pembicaraanku dengan Edo, aku menyimpulkan kalau aku adalah satu-satunya mahasiswa baru di lantai 2 kos ini. Edo sendiri baru semester 3 dan dia tak terlalu mengenal mahasiswa di lantai 1. Hanya ada 8 kamar di setiap lantai, dengan masing-masing 3 kamar mandi. Tak terlalu ramai, namun juga tidak bisa dibilang sedikit. Hari belum terlalu siang, namun aku malas untuk berbenah. Kurebahkan tubuhku di atas kasur per yang sudah diberi seprei bersih lengkap dengan satu bantal dan gulingnya. Perjalanan berjam-jam menggunakan bus tadi pagi membuatku cepat terlelap.