Saka POV
“Kemana kita akan pergi?” tanyaku pada Arjuna yang memberiku sebuah helm. Dia sendiri sudah siap di atas motor sport berwarna merah.
“Ayo naik. Kita akan mengambil mobil dulu di rumah pamanku, lalu menjemput Saskia dan temannya. Sudah ikut saja, pasti lebih seru dibandingkan diam di dalam kos sendirian.”
Saskia... nama pacar Arjuna kah itu? Aku menuruti perintahnya. Motor merah membawa kami keluar pelataran parkir kampus lalu meninggalkannya jauh di belakang.
Rumah paman Arjuna besar dan mewah. Aku menunggu di garasi mobil saat Arjuna memarkir motor lalu masuk ke dalam. Ada banyak atribut bertuliskan merek sebuah kendaraan roda tiga dan motor listrik buatan Indonesia di rumah pamannya. Mungkin pamannya salah satu pimpinan di sana. Dia bilang tak akan lama, dan seperti yang dia katakan, tak lama kemudian Arjuna sudah keluar kembali. Tak ada orang yang mengikutinya dari dalam. Arjuna lalu masuk dalam sebuah city car berwarna putih, menghidupkan mesinnya tanpa menutup pintu, lalu kepalanya terlihat keluar melihatku dan sedikit berteriak.
“Ayo!” Aku mengikuti perintahnya.
“Pamanmu bekerja di Xavier?” Tanyaku ketika mobil sudah melaju di jalan raya.
“Ya,” jawab Arjuna. “Kalau kau mau membeli motor listrik atau motor niaga, katakan saja padaku, aku akan bantu mendapat harga terbaik.” Aku mengangguk. Motor bukan kebutuhan utamaku saat ini. Kalau mau aku bisa meminta ayah mengirim motorku ke Sibaru ini. Tapi itu berarti Sita akan kehilangan transportasi hariannya ke sekolah.
Ternyata kos Saskia tidak terlalu jauh dari kos Arjuna. Aku pernah ke kos Juna 2 kali. Hanya berbeda satu blok tepatnya. Arjuna mengajakku keluar dan menunggu di teras sementara dirinya menelfon Saskia. Tak lama dua orang perempuan keluar dari dalam. Tak perlu dikenalkan yang mana pacar Arjuna, gadis bernama Saskia itu langsung mendekat pada Juna. Tangan terangkat yang langsung disambut dengan tangan Juna, mereka bergandengan.
“Kenalkan, ini Saskia pacarku. Kia, ini Saka sahabatku.”
“Hai Saka,” sapa Saskia sambil tersenyum.
“Hai Saskia.” Dia tidak memberikan tangannya untuk bersalaman, jadi aku hanya memberinya senyum.
“Panggil Kia saja. Ini temanku Winda. Winda ini Saka.” Saskia mengenalkan perempuan yang berdiri di sampingku. Aku menoleh padanya.
“Halo Winda.” Berbeda dengan Kia, Winda mengajakku bersalaman, aku menyambutnya.
“Saka, akuntansi juga?” tanya Winda ramah.
“Iya.”
“Oke. Aku masuk, kita berangkat.” Seru Arjuna. Kita mengikutinya menuju mobil putih tadi.