SAKA POV
Kuletakkan ponselku kembali di saku jaket. Sejak ada Agnia, hari-hariku tak sesepi biasanya. Setelah kami berpisah untuk pulang dari kuliah, kami sering berkirim pesan. Dia orang yang ceria, suka bercerita, namun ada kalanya dia menjadi tertutup. Dia akan mengalihkan pembicaraan jika itu tidak ingin dibicarakan olehnya. Aku tidak memaksanya, seperti dia tidak memintaku bercerita soal Saskia, perempuan yang aku sukai namun tidak menyukaiku. Aku juga tidak bercerita kalau sekarang ini aku sedang ada di kereta untuk mengunjungi Saskia.
Sabtu siang, sekitar jam 1, seperti tiap dua minggu aku datang ke sini, Saskia sedang menyisir rambut di dalam kamar rawatnya. Rambutnya sudah lebih panjang, tetap lurus dan selalu rapi sejak dia bisa mengurus dirinya sendiri. Wajahnya terlihat dari pantulan kaca.
"Saskia..." aku menyapanya pelan. Kia membalik tubuhnya, lalu tersenyum melihatku.
"Juna..." Dia meletakkan sisirnya di meja lalu berdiri.
Seperti seorang kekasih yang telah ditunggu, aku segera berjalan cepat ke arahnya dan memeluknya, tak lupa aku mencium dahinya. "Aku datang."
Setelah meletakkan tasku di dalam kamar Kia, kami berjalan ke arah taman lalu duduk di bawah salah satu pohon yang rindang. Pengunjung blok ini lebih ramai dibandingkan blok sebelah, tempat Saskia dulu sempat dirawat. Di blok ini, pasiennya memiliki kesadaran yang jauh lebih baik dibanding lainnya. Keluarga Saskia sendiri sering datang di hari Minggu. Aku hanya pernah bertemu di rumah sakit sekali, saat kakaknya datang menjenguk di hari Sabtu.
"Ada beberapa orang yang suka menggambar di sini. Bu Bertha memintaku untuk melukis bersama mereka."
"Oh ya...? Sudah kau lakukan?" Bu Bertha adalah perawat senior di blok ini.
Saskia mengangguk. "Dua hari yang lalu aku melukis bersama dengan tiga orang lainnya. Mereka menggambar menggunakan pensil dan kertas. Aku sendiri yang melukis."
"Pasti senang sekarang, sudah lebih banyak teman yang menemani." Saskia sudah banyak berubah sejak pertama dia di sini. Kini dia bisa bercerita banyak hal mengenai apa yang dialaminya.
"Juna bagaimana kabarnya?"
Pertanyaan ini selalu mengagetkanku, kadang aku berpikir apakah Saskia sebenarnya sudah tahu tentang diriku. "Aku baik-baik saja. Aku punya teman baru, orangnya menyenangkan." Entah mengapa aku bercerita soal Agnia, tapi itulah yang paling menarik setelah perkuliahan dimulai.
"Senang sekali punya teman seperti Juna. Apa kalian sering pergi bersama?" Wajah Saskia terlihat antusias, hampir seperti anak kecil yang mendengar cerita.