Saka POV
“Ciee... pacaran terus sekarang...” teriak Devan, salah satu teman Saskia.
“Mau tauuu aja,” balas Agnia sambil menyerahkan kunci motornya padaku. Dia melambai pada Devan yang melangkah menuju motornya sendiri. “Kita ambil helm-mu dulu di kos-an ya?”
“Oke.” Aku menegakkan motor matic Agnia lalu mengendarainya setelah Agnia menaikkan tubuhnya di jok belakang. “Bagaimana kabar teman-temanmu?”
“Mereka baik, ada apa tanya mereka?” Tangan Agnia memegang kaos bajuku. Kadang, tangannya memegang sedikit punggung atau pinggangku jika dia perlukan. Aku tidak pernah meminta ataupun melarangnya.
“Tidak. Apa mereka mengira kita... pacaran?” Kami masih berada di jalanan sekitar kampus yang belum terlalu ramai. Suaraku sepertinya masih bisa didengar jelas oleh Agnia.
“Mereka hanya menebak-nebak. Aku tidak pernah mengiyakan. Aku tidak akan mengarang sesuatu yang tidak terjadi.”
“Bukan begitu maksudku. Apa tidak apa-apa, kamu dikira berpacaran denganku?”
“Tidak apa-apa. Aku justru suka.” Aku mendengar tawanya lirih.
“Suka? Kenapa?”
“Semakin banyak yang mengira begitu, semakin sedikit mahasiswi yang mau dekat dengan Saka, ya kan?” Lalu dia tertawa.
Aku juga tertawa mendengarnya. “Bagaimana dengan para mahasiswa? Nanti mereka ragu kalau mau mengungkapkan rasanya padamu.”
“Biarkan saja, kalau tak berani, aku juga tidak mau. Lagipula yang aku sukai Saka.” Aku bisa merasakan helmnya menyentuh pundakku.
Ada rasa aneh di dadaku. “Agnia....”
“Sudah. Menyetir saja.”
Setelah meletakkan tas, berganti baju bersih, dan mengambil helm, aku keluar kembali menemui Agnia yang menunggu di teras. Tamu perempuan dilarang masuk di kos ini.
“Ayo...”
“Saka, kita makan dulu yuk... aku sudah lapar.”
Ini masih pukul setengah enam, tapi tak ada salahnya makan malam. “Oke. Mau makan di mana?”
“Itu...” dia menunjuk warteg di depan kosku.
“Di sana?”
“Iya. Kamu biasa makan di sana kan?” Aku mengangguk. “Ayo.” Dia mendahuluiku. Aku menaruh helmku di atas motornya lalu berjalan mengikuti Agnia.