“Sudah bangun” tanya seseorang di hadapanku. Aku mencoba membuka mataku yang cukup berat. Sambil menggerakkan tangaku.
“Gimana, masih pusing?” tanya orang itu lagi.
Melihatku bingung, ia pergi. Aku mencoba duduk. Astaga, ini di mana? Kenapa tempat tidurnya sempit sekali? Aku mencoba membuat tubuhku untuk bangun perlahan. Pelan-pelan kesadaranu mulai kembali. Dari korden aku melihat beberapa orang lalu lalang.
“Ini rumah sakit?” tanyaku pada seorang berbaju putih bernama dr. Kailan.
“Benar, tadi kamu pingsan. Terus di bawa ke sini. Ok, karena sudah bangun, saya akan mananyakan beberapa hal.”
Aku mengangguk dan menunggunya dengan semua pertanyaan.
“Nama?”
“Vella” jawabku cepat.
“Pekerjaan?”
“Guru”
“Oh, guru. Kok, nggak kayak guru ya?” tanyanya spontan.
Aku yang mendengar itu hanay tertawa kecil. Ia adalah orang ke-sekian yang mengatakan hal itu.
“Ngajar di mana Bu Guru?” tanyanya lagi.
“Di SD pak”
Tak disangka pertanyaannya makin panjang.
“Ngajar apa? Kelas berapa? Di sini tinggal sama siapa?” tanyanya.
Bukankah harusnya pertanyaan standar saja? seperti nama, umur terus kegiatan terakhir apa, alamat di mana? Apa sekarang pertanyaan sudah melebar ke mana-mana?
“Sekarang rasanya gimana?” tanyanya lagi setelah aku menjawab semua keingintahuannya.
Aku tak yakin harus menjawab apa, tapi aku memang merasa baik-baik saja. Hanya sedikit lelah.
Puas dengan jawaban yang aku beri, dr Kailan menjabat tanganku. Ia memperkenalkan diri sebagai dokter yang berjaga di Instalasi Gawat Dahrurat hari itu. Ia bercerita bahwa aku dibawa ke situ oleh Bapak Kos dan Mbak yang bekerja di kosan. Namun karena mereka ada keperluan, tentu tidak bisa menemaniku.
“Ini tas kamu, isinya ponsel, dompet dll.” Terang dr Kailan Nugroho mengakhiri pembicaraan kami.
Setelah ia pergi, suster menghampiriku.
“Ada Kartu Warga Sehat Sejahtera?” tanyanya.
Aku mengambil dompet dan mengecek, aku memberikannya pada suster itu. Ia memeriksa dan melihat fotoku.
“Ada temen yang bisa dihubungi?” tanyanya lagi.
Aku menggeleng.