Hidup ini singkat, waktu berjalan dengan begitu cepat. Tahun demi tahun kulalui, tak terasa entah sudah berapa tahun aku seperti ini. Menjalani hari seperti sebuah rutinitas pribadi. Pagi, siang sore, malam semua berjalan begitu saja.
“Vella, gimana minggu ini? Ada yang bisa kamu bagikan ke kita apa?” tanya Miranda, temanku satu geng.
Aku yang melamun tiba-tiba kembali ke dunia nyata, mendengar pertanyaan Miranda. Saat aku kembali ke dunia nyata, aku menyadari banyak pasang mata menanti jawabank
“Sorry, kenapa tadi?” tanyaku acuh tak acuh. Tanpa rasa bersalah sedikitpu
“Hmmmm”, jawab mereka semua bersamaan.
“Kebiasaan deh, melamun.” Protes Stef.
“Yoi, Bu kamu itu ngapain aja sih, hobi banget ngelamun. Apa kalau ngelamun bisa dapat duit ya?”, Ejek Wahyu.
“Udah-udah! Stop! Jadi gini ya Vell, kita lagi bahas apa aja kebaikan Tuhan yang udah kita dapat selama seminggu ini. Kayak ni contohnya Gue” , jelas Miranda padaku.
Ia terlihat bersemangat menjelaskan apa yang ia alami selama seminggu. Mulai ia mendapat makanan gratis, bosnya mendadak jadi baik, sampai yang paling bikin bapper saat ia mengatakan masih bisa kumpul-kumpul lagi sama kalian semua malam ini.
“Nah sekarang giliran kamu Vell, jelasin ke kita apa yang kamu dapat selama seminggu ini.”
Miranda kembali menanti jawabanku. Tidak hanya dia, ada Stefanus, Wahyu, Liliy dan juga Alvin.
“Kita tungguin ni, biasa dikelas kan selalalu nunjuk orang. Malam ini gantian, kita tunjuk elo! Biar tahu rasanya ditunjuk!”, goda Alvin.
Aku mencoba mengingat apa yang aku alami selama seminggu ini. Jika aku ingat-ingat lagi sepertinya.
“Tidak ada yang spesial kok. Berjalan seperti biasa”, Jawabku singkat.
Sontak saja semua kecewa.
“Gini Vell” kata Miranda lagi. “Semua yang ada di hidup kita emang terjadi biasa aja. Tapi coba loe inget lagi. Masa iya nggak ada bisa loe syukuri?”
“Nih gue kasih contoh lagi”, kata Miranda. Ia bersiap akan kembali menceritakan apa yang baru saja ia ceritakan beberapa menit yang lalu. Ya, memang begitulah Miranda. Ia suka mengulang-ulang apa yang ia ceritakan. Ia sangat baik sekali, sabar dan juga tangguh. Hanya kadang ia suka lupa, akan apa yang sudah ia ucapkan atau tanyakan.
“Udahlah, gue dulu aja” kata Alvin memotong Miranda. Kami semua tertolong, jika tidak bisa dipastikan kami akan mendengar cerita Miranda untuk yang ketiga kalinya dalam satu jam ini.
“Jadi, gue habis wawancara dan apply ke beberapa tempat. Pas wawancara gue deg deg an banget. Sumpah jantung gua mau kompromi.” Kata Alvin dengan semangat.
Seraya memasukkan kentang goreng ke mulutnya, Lili memberi penyemangat, “Terus-terus gimana?” katanya.
“Pas nama gue dipanggil, ya ellah. Loe tau nggak?”