Mengikat Makna Selamanya

Mizan Publika
Chapter #4

Life Begins at Fourty

MALAIKAT JUGA TAHUSIAPA YANG JADI JUARANYA*Oleh: Miftah Fauzi Rakhmat ** BismillâhirrahmânirrahîmAllâhumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ali Sayyidina Muhammad Ingatan saya yang paling awal tentang almarhum Mas Hernowo adalah posisi duduknya di kursi teras rumah ayah saya, berpuluh tahun yang lalu.

Mas Her kerap datang mengunjungi kami. Sebagai editor penerbit, beliau sangat gigih, tidak jarang menunggui ayah saya beberapa jam. Buku tak pernah lepas dari tangannya ketika menunggu itu. Baginya, di antara tugas seorang editor adalah mendampingi proses naskah jadi sebuah buku sejak awal hingga akhirnya. Kadang-kadang pula, setelah beberapa saat itu, ia pulang untuk datang kembali keesokan harinya. Sambil menunggu, sesekali saya berbincang dengannya, sedang Bapak menyelesaikan apa yang karenanya Mas Her datang ke rumah kami.

Bisa buku, bisa kata pengantar untuk sebuah buku. Bisa saya katakan, setiap kami yang beroleh manfaat dari buku-buku Bapak, kami berutang juga pada Mas Her untuk itu. Booming generasi intelektual Islam di negeri ini tak luput dari kepiawaian tangan dan pikirannya. Bersama Habib Haidar, sahabat karibnya, seri buku cendekiawan Muslim mewarnai negeri ini, memberikan kontribusi besar bagi diskursus intelektual di dalamnya. Mas Her bagian dari sejarahnya. Saya kira, almarhum sama gigihnya mendampingi proses penerbitan buku penulis yang lain. Dengan Bapak mungkin berbeda, karena kami tinggal satu kota.

* Sudah dimuat di www.genial.id dengan judul “Selamat Jalan, Mas Hernowo”.

** Direktur Sekolah Muthahhari, penulis.

14Sore hari, usai jam kerja, Mas Her datang ke rumah kami. Penggunaan jam kerja mungkin kurang tepat. Mas Her tak mengenal itu.Dari hubungannya dengan berbagai penulis itulah, Mas Her me -nemukan passion dan gaya tersendiri dalam tulisannya. Almarhum sering berkata, ia banyak terilhami oleh tiga tokoh yang buku mereka dibantu diterbitkan olehnya. Ustaz Quraish Shihab, Bapak, dan Emha Ainun Nadjib. Menurut Mas Her, ketiga penulis ini punya gaya tersendiri. Tak banyak yang diedit. Bahasa tulisan mereka sudah sangat indah, hanya tinggal menyesuaikan saja dengan gaya selingkung dan baku yang ada.

Bagi Mas Her, tiga orang itulah guru menulis dan membacanya. Betapa beruntungnya beliau. Kepiawaian Mas Her berikutnya adalah “mengemas” buku. Istilah baru yang menurut saya identik dengan Mas Her. Pada zamannya, penerbit pernah berusaha bagaimana menerbitkan buku semurah mungkin dengan hasil sebesar mungkin. Tidak jarang, kenikmatan pembaca untuk itu dikorbankan. Spasi yang kecil, layout yang sempit, buku yang tipis.

Lihat selengkapnya