42satu kenyataan, kemudian mengalirkan pengetahuannya itu ke dalam aksara. Menulis adalah cara bagi seseorang untuk berbagi pengetahuan, menyebar manfaat, dan mengajak orang lain untuk memikirkan sesuatu.
Gaya menulis Hernowo sesederhana percakapan di warung kopi atau di teras rumah, tapi makna yang disampaikannya terasa menghunjam sampai ke jantung.
Dia tidak sedang menggurui, tetapi menunjukkan cahaya terang ketika orang-orang berada dalam situasi gelap hendak memanggil aksara apa. Dia menunjukkan cara-cara sederhana bagaimana memulai gagasan, meniti di atas jembatan aksara, hingga tiba pada ujung yang mengejutkan saat seseorang menyadari bahwa dirinya bisa menulis. Dalam tuturan Hernowo, seseorang tak akan bisa menjadi penulis yang hebat jika dirinya bukan pembaca yang hebat. Demi mengikuti anjuran Hernowo, saya pun banyak membaca buku-buku yang dianjurkannya. Saya lalu mencari buku yang ditulis Natalie Goldberg, seorang praktisi menulis yang memperlakukan aktivitas menulis serupa meditasi. Saya membaca bukunya yang berjudul Writing Down the Bone, salah satu buku yang memengaruhi Hernowo. Seusai membaca buku itu, saya kembali merenungi buku Hernowo.
Kesimpulan saya, setiap orang punya kemampuan untuk menulis. Makanya, kelas-kelas kepenulisan itu adalah sesuatu yang tidak perlu. Mengapa? Sebab, setiap orang punya kisah yang seharusnya bisa dibagikan melalui aktivitas menulis. Semua orang punya sumur yang berisikan telaga kisah dalam dirinya. Kalaupun ada kelas menulis, maka yang dibahas dalam kelas itu adalah bagaimana menemukan tali panjang dan timba, yang kemudian digunakan Mengikat Makna Selamanya
43untuk mengambil kisah dari dalam sumur diri, kemudian dibawa ke atas.