48itu saja, catatan-catatan di lini masa Facebooknya, pun tak pernah saya lewatkan. Saya membutuhkan segenap catatan itu, sebagai pengayaan pada keterlibatan saya dalam gerakan literasi, selaku pegiat literasi.***Tatkala buku terakhirnya terbit, Free Writing. Mas Her langsung menandai saya pada linimasa Facebooknya. Sebagai respons atas penandaan itu, beberapa waktu kemudian, tepatnya, 17 Januari 2018, saya menulis status di linimasa Facebook saya. Mungkin lebih elok jika saya paparkan saja percakapan intim itu.
“Sungguh, buku dari Mas Hernowo Hasim ini sudah agak lama saya nantikan. Sejak beliau menandai saya dalam postingan di lini masa Facebook. Pagi ini sudah di tangan. Saatnya untuk didaras. Oh ya, buku ini pun saya pesan khusus ke penerbitnya, sebab saya akan memakainya buat keperluan dalam menangani pelatihan literasi. Kayaknya buku ini serupa petunjuk, tatkala ingin berbahagia dengan cara yang amat garib. Yakni, lewat pintu menulis. Yahh, menulis secara bebas.”Lalu, Mas Her memberikan komentarnya, setelah saya menanti dalam waktu yang agak lama. Begini komentarnya: “Maaf baru memberikan komentar saat ini, Bung Sulhan Yusuf.
Sudah hampir dua minggu ini saya harus tiduran di ranjang (bed rest) karena tangan dan kaki kiri saya sakit. Saya baru saja jatuh dan siku kiri saya mengalami dislokasi. Sementara, tumit saya (karena memiliki sakit yang sudah saya idap lama) kambuh kembali. Baru hari ini saya dapat mengetik dengan agak nyaman meski masih sangat kerepotan.”Mengikat Makna Selamanya