Mengikat Makna Selamanya

Mizan Publika
Chapter #29

Tak Kenal Maka Tak Pintar, Mengenang Sosok Hernowo Hasim

Pejuang Literasi Itu Telah PulangOleh: Abdul Rasyid Idris*In memoriam, Bapak Hernowo Hasim bin Thoyib.Bulan Ramadhan tahun ini beberapa orang yang kukenal mangkat meninggalkan dunia fana ini, pulang ke rumah keabadian yang niscaya. Satu di antaranya adalah seorang penulis yang gigih mengajak masyarakat untuk membaca dan menulis, Hernowo Hasim bin Thoyib. Beliau telah menulis puluhan buku yang mayoritas tentang motivasi membaca dan menulis.

Buku-bukunya yang best seller, antara lain, Mengikat Makna, Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza, Quantum Reading, Quantum Writing, dan yang terakhir, Free Writing. Dari konsep Mengikat Makna, beliau terinspirasi oleh kata-kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw., “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Mengenalnya sebagai penulis produktif dan kreatif sesungguhnya sudah cukup lama, sekira tahun 90-an. Kemudian, pada suatu waktu aku ke Bandung dalam sebuah hajatan kantor. Saat jeda hajatan itu, aku berusaha menemuinya—karena selama ini, komunikasiku dengannya hanya lewat pesan teks dan telepon. Kantornya cukup jauh dari pusat kota Bandung, di bilangan Jalan Cinambo, Bandung, Penerbit Mizan berlokasi. Kesan pertama kala menyambutku di pintu kantornya, aku langsung jatuh cinta pada sikapnya yang sangat ramah dan hangat. Menyambutku seolah-olah seorang sahabat yang lama tak bersua. Setelah ngobrol sejenak, lalu aku diperkenalkan kepada tim editor dan kreatif Mizan yang rata-rata masih muda belia. Di ruang tamu, kami ngobrol berbagai hal * Penulis, pegiat CSR (Corporate Social Responsibility) dan COMDEV (Community Development).

111tentang kepenulisan dan aneka kiat membaca yang menyenangkan. Lebih dari setengah hari waktunya, dia “buang” untuk melayaniku.Jelang sore sebelum pamitan dengan beliau, aku dihadiahi buku dan kuberikan pula novel dan kumpulan cerpen putri keduaku. Selebihnya, aku kalap memborong buku-buku berdiskon tinggi yang sedang berlangsung di pelataran penerbit besar itu. Itulah pertemuan pertamaku secara langsung yang sangat berkesan dan sulit kulupakan hingga saat ini. Dan pertemuan itu pulalah yang memotivasiku untuk kembali menulis lebih intens dan menyusul membaca buku-buku beliau. Hernowo Hasim bin Thoyib telah pulang ke rumah keabadiannya. Ia membawa bekal amal jariah yang melimpah. Meninggalkan jejak harum mewangi untuk negerinya yang ia cintai. Harumnya menyemai ke seluruh pelosok Nusantara. Dari puluhan buku yang mencerahkan dan memotivasi serta menginspirasi yang telah ia tuliskan. Ratusan pelatihan, workshop, seminar, dan sejenisnya berkenaan dengan membaca dan menulis telah ia tunaikan. Bukankah kerja-kerja membaca dan menulis adalah kerja-kerja kemuliaan, kerja-kerja memanusiakan manusia, kerja-kerja membangun peradaban beradab? Hanya segelintir orang yang mengerjakan jalan-jalan yang selama ini ditempuhnya. Iqrâ’, kata Jibril kepada Nabi mulia Muhammad Saw. kala pertama kali beliau sua di Gua Hira sekaligus sebagai persaksian kenabian Muhammad Saw. yang ditandai perintah membaca. Inilah laku mulia yang terus-menerus berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Membaca adalah kata kunci dari seluruh elemen pembangunan peradaban manusia. Di bulan Ramadhan yang mulia dan saat gencar-gencarnya gerakan literasi didengungkan dan diejawantahkan di seluruh pelosok negeri dengan beragam modus dan caranya. Penyebaran gerakan literasi yang sedang menuju ranum di pelosok-pelosok negeri. Ia berpulang ke rumah Pejuang Literasi Itu Telah Pulang

Lihat selengkapnya