Cerita Ririn.
Tentang awal kisah...
Namaku Ririn. Usiaku duapuluh tahun. Aku seorang mahasiswi perguruan tinggi di kota asal ku, Tanjung Pinang.
Aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakak lelakiku yang ku panggil along bernama Ryan. Along sudah bekerja. Dan kuliahku kini dibiayai oleh along karena kedua orang tuaku telah tiada.
Ya. Ayah dan ibuku telah pergi untuk selamanya saat aku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ayah dan ibuku ditabrak truk fuso pengangkit tanah bauksit yang melaku kencang. Ayah dan ibuku terlempar kedepan dan terkapar tak berdaya. Motor Matic yang ayahku kemudikan, remuk bagian belakangnya.
Dan seketika hidupku pun berubah...
Karena setelah kejadian itu, kehidupanku berubah 180 derajat. Aku dan kakak lelakiku tertatih-tatih menata kembali hidup kamu berdua meski saudara ayah dan ibuku selalu datang membantu. Karena ayahku yang menjadi tempat kami sekeluarga menggantungkan hidup, kini telah pergi untuk selamanya. Dan ibu, wanita yang selalu bisa menjaga keluarga kami, juga ikut bersama ayah disurga. Meninggalkan aku dan along yang masih butuh kasih sayang yang lengkap dari sosok orangtua.
Saat kabar itu kudapatkan, aku sedang belajar dikelas. Saat itu wali kelas ku bu Indah, mendatangi kelasku dengan wajah yang terlihat panik. Lalu masuk kedalam kelas dan menuju ke arah pak Gatot yang terkejut dan langsung menghentikan pembelajaran. Saat bu Indah berbicara pelan pada pak Gatot dengan suara setengah berbisik, wajah pak Gatot seketika berubah. Dari bibirnya terucap kata, "Astagfirullah allazzim! "dan "Innalillahi WA innalillahi rojiun! " Ketika sorot mata pak Gatot dan bu Indah beralih padaku, aku hanya bisa diam kebingungan. Saat bu Indah mendekatiku dan memintaku untuk mengikutinya, aku masih kebingungan. Saat bu Indah tiba-tiba memelukku yang masih duduk dibangku, aku semakin kebingungan. Dan kebingunganku semakin bertambah saat ku rasakan pelukan bu Indah semakin kuat.
Aku mencoba melepaskan pelukan bu Indah dan berdiri. Aku merasa kalau semua mata penghuni kelasku kini menatapku. Aku hanya diam menatap bu Indah yang kini menangis. Aku hanya memperhatikan saja pak Gatot yang sedang menyeka matanya yang kini berkaca-kaca dibalik kacamatanya. Dan aku hanya diam saat mendengar suara detak sepatu mendekati kelasku.
Aku melihat bu Hasnah kepala sekolahku, bersama beberapa guru lainnya memasuki kelasku. Lalu memberikan kode seakan-akan ada sesuatu yang berhubungan denganku.
Bu Indah hanya diam seakan tak mampu mengatakannya padaku. Tangisannya semakin deras dengan isak tangis yang semakin terdengar jelas ditelingaku.