Cerita Ryan.
Tentang keikhlasan...
Sore itu kembali kami bertemu...
Matahari hampir jatuh ke ufuk timur saat kami berdua berada di tempat biasa kami berjumpa.
Hanya ada aku dan dia.
Hampir saja aku tak dapat menahan perasaan saat melihat dirinya. Wajah cantiknya dibalik jilbab yang dia kenakan mengguratkan kesedihan yang tak bisa dia sembunyikan. Sepasang matanya yang indah kini basah dengan air mata yang mengalir lembut di pipinya yang putih.
"Jadi abang mau mengakhiri semua ini?" tanyanya.
Aku hanya diam. Resah. Bukan pada keputusan yang telah ku tetapkan, tapi pada kemungkinan keadaan yang mungkin akan terjadi nantinya.
Aku hanya bisa menyesal, mengapa semua ini harus aku alami? Mengapa aku tidak bisa memiliki cinta yang seutuhnya? Mengapa Tuhan tidak berlaku adil padaku? Haruskah semuanya berakhir sampai disini?
Perlahan dia menangkup pipiku dengan kedua tangannya. Ada rasa gelisah yang kulihat diwajahnya bersama sorot mata yang terus mencari-cari kepastian di mataku.
"Abang harus." jawabku.
"Tapi mengapa? Apakah abang takut kalau nanti adik akan menyesal karena memilih abang dan memilih lari meninggalkan abi dan umi?"