Mengunjungi Heri

Heri Winarko
Chapter #4

Kebiasaan Sehat

Meskipun Wekker telah mengempiskan harapan kami, bahkan untuk sekadar menitipkan surat kepada Heri Winarko, aku dan Biber tetap melanjutkan menulis surat itu. Malam sudah sangat larut saat kami berdua tak sengaja bertemu. Saat itu kami sama-sama beranjak keluar dari kamar kami, lalu tanpa sengaja bertemu di selasar.

Hi-Five tidak pernah sepenuhnya tertidur meskipun hari sudah tengah malam.

“Mengapa tidak kita coba menanyakan langsung ke Narame?” ujarku memulai.

“Maksudmu, surat itu?” Biber langsung paham apa yang kumaksud.

Bagaimana jika surat itu kami titipkan saja ke Narame untuk disampaikan kepada si penulis? Meskipun Wekker memandang ide itu dengan sinis, belum tentu Narame juga akan bersikap sinis. Menurutku, Narame adalah seorang yang sangat bijak. Setidaknya itu yang muncul saat pertemuan pertama kami. Sementara Wekker adalah seorang dokter yang cenderung emosional, agak pembimbang, dan saat ini sepertinya tengah memikirkan sesuatu yang membuatnya tidak mampu berpikir panjang. Wekker jelas tidak berkepentingan dengan ide kami itu. 

Surat itu akhirnya selesai ditulis setelah lewat tengah malam. Biber yang menulisnya, tentu saja, karena aku tidak terlalu lancar menulis menggunakan pena. Dengan hati-hati, surat itu dilipatnya, kemudian diselipkan ke dalam tas selempang kesayangan beruang itu.

Entah mengapa kami berdua tidak merasa mengantuk meskipun malam sebelumnya kami tidak tidur. Keinginan untuk bertemu dengan penulis kisah kami sepertinya menghapus rasa mengantuk yang seharusnya hadir. Aku sendiri membayangkan hidup yang lebih baik, seandainya saja surat kami sampai ke tangan si penulis, dan kemudian ia memutuskan mengubah kisahku bersama Mila. Kisah yang lebih bahagia. Bukankah suatu hal yang wajar jika degup jantung berdentam lebih cepat saat kita memikirkan hal-hal yang membuat kita bersemangat?

Lihat selengkapnya