Menikahi Sang Idola

Cucum Suminar
Chapter #3

Kabar Kabari

  “Aku gak sarapan, Ma, aku udah kesiangan nih,” Kataku sambil tergesa-gesa merapikan diri.

“Suruh siapa kamu nganterin Riksya ke puncak? Akhirnya kan begini, kamu kecapean, mana tadi malam kamu gak sempet makan lagi ya? Pokoknya sekarang kamu harus sarapan dulu biar nanti Papa yang nganterin kamu ke stasiun.”

Sebenarnya aku sama sekali tidak kecapean, lagian tadi malam jam sembilan juga aku sudah pulang, hanya saja semalam aku tidak bisa tidur sampai lewat tengah malam karena aku terus-terusan memikirkan rencana pernikahanku dengan Riksya. Aku sangat senang sampai-sampai tidak bisa tidur dan lupa makan malam.

“Aku naik angkot aja, Ma, paling juga telat setengah jam,” tolakku tatkala kulihat papa belum juga siap dengan baju kantornya. Dan kalaupun papa sudah siap, aku juga malas dianter sama papa ke setasiun sebab aku pasti akan lebih telat lagi dan tidak akan keburu ikut mata kuliah pertama soalnya papa kalau nyetir lelet, masih cepetan juga sopir angkutan umum.

“Naresh berangkat ya, Ma. Janji deh nanti Naresh beli bubur ayam di kampus buat sarapan,” Kataku berbohong, padahal boro-boro sempet makan bubur kali orang bisa ikut mata kuliah pertama aja masih diragukan, tapi kalau tidak begitu aku pasti tidak diizinkan pergi, mama selalu mewajibkan aku untuk sarapan –apapun yang terjadi.

“Ya udah, deh,” kata mama akhirnya.

Setelah berdesak-desakan di kereta selama empat puluh lima menit akhirnya sampai juga di kampus. Untung hari ini dosennya Ibu Endang, dosen yang tidak begitu mempermasalahkan mahasiswanya terlambat atau tidak, yang penting masuk dan ujian bisa.

“Kenapa? keretanya telat lagi ya?” tanya Lele ketika aku sudah duduk disampingnya.

“Nggak, Guenya aja yang telat,” jawabku sambil mengeluarkan alat tulis dan diktat kuliah. “Oya, Gue punya kejutan.”

“Apaan?” tanya Lele penasaran.

“Ada deh,” jawabku sambil mencoba menahan diri agar tidak menceritakan rencana pernikahanku dengan Riksya sekarang. Aku jadi berpikir gimana ya reaksi Lele dan teman-temanku yang lain pas mereka tahu kalau aku akan menikah dengan Riksya? Walaupun hanya menikah pura-pura tentu saja. Namun, mereka kan tidak akan pernah tahu kalau aku dan Riksya hanya menikah pura-pura. Yang akan tahu tentang hal ini hanyalah aku, Riksya, dan Daniel… serta ‘Yang di Atas’ tentu saja. Apa mereka akan histeris? Bilang aku hebat? Atau malah tidak percaya?

“Apaan sih?” Lele memecah lamunanku.

“Kalau gue certain sekarang bukan kejutan lagi dong.”

“Terserah Elo deh,” kata Lele sambil cemberut dan mengalihkan perhatiannya pada penjelasan Bu Endang mengenai Conditional Sentences.

“Jangan marah dong, Le, nanti pasti gue certain kok, tapi di kosan Nani, bukan disini.”

“Emang kenapa kalau disini?”

“Soalnya pasti heboh banget.”

“Ya, terserah deh.”

 

Because of you

My life has change

Thank you for the love and the joy bring

Because…

 “Busyet kenceng banget! Udah telat, hp bukannya di-silent-in,” kata salah seorang teman sekelasku ketika dari ponselku terdengar lagu Because of You-nya Keith Martin.

“Suka-suka gue,” timpalku sewot sambil buru-buru membuka SMS yang masuk.

 

[Teh Naresh, jd ketemu sm Riksya?

Smpt foto brg ga?

Klo iya nanti ftnya bagi y]

 

Ah, ternyata dari Yesi, kirain dari Riksya.

 

[Iya jd, nanti teh naresh ktm lg ko sm Riksya,

nanti teteh knlin d n kasih ftnya]

 

Balasku buru-buru.

“Rima gak masuk lagi ya, Le?” tanyaku pada Lele ketika aku menyadari kalau Rima tidak ada di kelas.

“Tau tuh, katanya nanti aja masuknya pas kita udah ngumpul-ngumpul di kostan Nani.”

“Ya ampun, emang dia bikin kue berapa banyak sih sampai bolos dua hari.”

“Emang dia lagi males aja kali.”

 “Eh, kejutan apaan sih?” Lele mencoba membujukku lagi.

“Kan gue udah bilang, gue kasih tahunya nanti, pas kita ngumpul di kostan Nani.”

“Sekarang aja.”

“Kalau gue kasih tahu sekarang bakal heboh banget, jadi nanti aja di kostan Nani, sekarang kita dengerin dulu penjelasan Bu Endang, nanti dia marah lho.”

Lagi-lagi dengan muka cemberut Lele pura-pura tidak tertarik dengan kejutanku dan kembali mendengarkan penjelasan Ibu Endang yang jujur saja agak-agak membosankan sekaligus menjemukan, walaupun mungkin bukan cara mengajar Ibu Endangnya yang menjemukan, tetapi mata kuliahnya yang memang kurang menarik. Tata Bahasa alias Grammar memang selalu membuat aku tidak tertarik.

 

 

Lihat selengkapnya