Menikahlah Mas

SweetNite
Chapter #1

Bab 1

Gerimis turun sepanjang perjalanan menuju rumah. Rintik hujan tak henti-hentinya menghujani kaca mobil. Bapak mengemudikan mobil dengan cepat, menerobos jutaan tetes air yang seolah berlomba jatuh dari langit. Dari balik jendela, Zahra menatap jalanan yang basah, menyaksikan lampu-lampu jalan terpantul pada genangan air di aspal.

Aku selalu menyukai hujan. Suaranya yang merdu, serta aroma khas tanah yang basah selalu memberikan ketenangan tersendiri. Ada sesuatu yang magis tentang hujan yang membuatku merasa damai, seolah dunia berhenti sejenak untuk mendengarkan tetesan air yang jatuh dari langit. Namun, hari ini berbeda. Ketika biasanya aku menikmati setiap detik hujan turun, kali ini hatiku tak bisa merasakan kedamaian yang sama.

"Bapak sudah sepakat. Lusa, kamu akan tetap menikah sama putra keduanya Wisnu. Kamu nggak perlu khawatir."

Zahra terdiam, tatapannya masih tertuju pada jalanan di depan. Tak ada niat untuk menjawab. Baru dua puluh menit yang lalu, almarhum Mas Huda dikebumikan, namun Bapak dan calon mertuanya tampaknya sudah punya rencana lain. Sungguh ironis, batinnya.

"Haura Zahra, anak Bapak yang paling cantik. Nduk ... Bapak tahu kamu mungkin nggak suka sama keputusan ini, tapi kamu percaya saja sama apa yang Bapak lakukan. Bara itu pria yang baik, nggak kalah baiknya sama Huda."

"Tapi, Pak ... setahu aku, Bara sudah punya kekasih?" aku menoleh ke arah Bapak dengan kening mengerut.

Bapak tersenyum tipis, "Siapa yang bilang?"

"Aku pernah lihat dia bawa pasangannya pas di acara lamaran sebulan yang lalu, Pak," jawabku, sedikit bergetar. Aku ingat betul, saat Bara datang dengan seorang wanita di sampingnya. Senyum mereka saat itu masih terekam jelas di benakku.

"Oh itu ... Kamu nggak perlu mikirin hal itu. Semuanya sudah diatur. Kamu tinggal nikah saja sama Bara, dia juga sudah setuju kok."

Aku mendesah, sembari mengamati derasnya hujan di luar. "Apa nggak bisa Zahra nikah sama orang lain, Pak? Bagaimanapun, Bara kan harusnya jadi adik ipar, bukan suami Zahra?"

"Hush! Kamu nurut saja sama Bapak. Bara adalah pilihan yang tepat buat kamu."

Aku mengepalkan tangan, menahan kesal yang mulai memenuhi dadaku. "Tapi Pak ..." suaraku bergetar, menahan amarah yang mulai membuncah.

"Zahra, percayalah, Nduk ... Dia yang terbaik buat kamu, titik. Bapak nggak mau kita berantem, apalagi di mimpi indahmu."

Aku ingin melawan, tapi kalimat itu terasa begitu berat di hatiku. "Mimpi? Ini mim ..."



*****

Lihat selengkapnya