Menikahlah Mas

SweetNite
Chapter #2

Bab 2

"Mas? Bangun, mas? Kita solat subuh yuk," bisikku lembut sambil menggoyangkan sedikit tubuh Bara yang masih meringkuk di sampingku. Aku melihat wajahnya yang setengah tertutup selimut.

"Eunghh ... apa sih." Bara hanya bergumam lirih, lalu menarik selimut yang hampir tersingkap, menutup hampir seluruh tubuhnya hingga wajahnya pun ikut tersembunyi di balik kain itu. Nafasnya terdengar berat, malas.

"Mas?" Aku meraih sudut selimutnya dengan niat untuk menariknya, tapi urung kulakukan. Aku menatapnya sejenak, mencoba memahami apa yang ia rasakan. "Ya sudah, aku duluan ya?" ucapku akhirnya, beranjak perlahan dari ranjang.

"Hemm ..." Bara hanya bergumam singkat, suaranya terdengar samar dari balik selimut.

Aku menghela nafas, memutuskan untuk pergi ke kamar mandi seperti rutinitasku setiap pagi. Di kamar mandi, aku merasakan dinginnya air menyapu kulitku. Rambutku masih basah saat aku selesai mengenakan pakaian.

Dari sudut ruangan, aku melihat Vina berjalan sambil menguap besar, langkahnya terseret seolah masih berada di alam mimpi. "Cieee yang habis keramas subuh-subuh," godanya dengan mata setengah terpejam.

Aku tersenyum kecil, mengerti arah pembicaraan Vina. Namun, sayangnya, apa yang ia harapkan tak pernah terjadi. Semalam, tidak ada apa-apa antara aku dan Bara. Kami tidur dalam diam, bahkan saling membelakangi satu sama lain. Tidak ada kehangatan atau percakapan. Apakah Bara juga merasa sama terpaksanya seperti aku? pikirku sambil melirik ke arah Bara yang baru saja keluar dari kamar tidur, rambutnya kusut, wajahnya masih terlihat malas.

Hari ini, hari kedua aku menjadi istri dari Bara Aditama, putra dari keluarga pengusaha sukses. Hari ini, aku akan diboyong ke rumah Bara, yang sudah siap untuk menjadi tempat tinggal kami. Rumah yang katanya sudah lama dimilikinya.

"Buk, Zahra pamit dulu ya? Zahra janji nanti bakal sering-sering main ke sini. Kalau Ibu ada apa-apa, jangan lupa kabarin Zahra cepat-cepat, ya?" ucapku sambil memeluk Ibu erat-erat.

Mataku mulai berkaca-kaca, begitu juga Ibu. "Iya, Nduk ... Kamu jaga diri baik-baik di sana ya? Jadi istri yang berbakti sama suaminya. Nurut sama Bara, Ibu cuma bisa mendoakan kamu bahagia dan semoga segera dikaruniai momongan."

"Iya, Buk ..." jawabku, suaraku serak menahan haru. Aku memeluk Ibu lebih erat, menumpahkan semua rasa yang berputar di dadaku.

"Kami pamit, Buk," ucap Bara sebelum ia mencium telapak tangan Ibu dengan sopan.

"Titip anak Ibuk, ya?" kata Salimah sambil menahan air matanya.

"Iya, Bu," jawab Bara singkat, sambil menundukkan kepala sedikit.

Aku lalu menoleh ke arah Vina dan mengulurkan tangan. "Vina, titip Ibu ya? Kalau Mbak kirim pesan, terus lama balesnya, awas aja kamu!"

Lihat selengkapnya