Menjadi Waria Di Negeri Kangguru

Zizan
Chapter #2

Bab 2 Malam Kelam

Dinginnya udara malam Melbourne terasa menusuk tulang, berpadu dengan firasat buruk yang sejak tadi menghimpit dada Erwin. Ia mempercepat langkahnya, suara sepatu usangnya memecah keheningan gang sempit itu, berharap segera tiba di apartemennya yang terasa seperti satu-satunya tempat aman di dunia. Tubuhnya remuk redam, setiap otot terasa nyeri setelah shift kerja yang panjang dan melelahkan.


Pikirannya kosong, hanya ingin rebah di kasur dan melupakan hiruk pikuk hari itu. Namun, firasat aneh itu tak kunjung hilang, seolah ada sepasang mata yang mengawasi dari balik kegelapan. Ia melirik ke belakang, tidak ada siapa-siapa, hanya bayangan panjang tiang listrik yang menari-nari di dinding kusam. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup tak karuan. Ini hanya lelah, bisiknya dalam hati, hanya imajinasinya saja.


Namun, belum sempat Erwin mencapai ujung gang, sebuah bayangan besar tiba-tiba muncul dari balik tumpukan sampah yang menjulang tinggi di sisi jalan. Sosok tinggi kekar itu muncul tanpa suara, lalu disusul oleh empat bayangan lain di belakangnya. Seketika, gang yang tadinya sunyi berubah menjadi mencekam. Napas Erwin tercekat. Ia mencoba mundur, namun tubuhnya sudah keburu dikepung. Kelima pria itu berpostur tinggi dan kekar, dengan kulit gelap legam, wajah mereka samar di bawah remangnya cahaya lampu jalan, namun sorot mata mereka yang berkilat penuh hasrat dan keganasan terpancar jelas. Aroma alkohol dan keringat menguar dari tubuh mereka, menusuk hidung Erwin, menambah ketakutannya.


Salah satu dari mereka maju selangkah, menatap Erwin dari atas ke bawah. Tatapan matanya seperti menelanjangi, membuat Erwin merasa jijik dan tak berdaya. Pria itu menyeringai, menunjukkan giginya yang putih kontras dengan kulitnya yang gelap. "Hey, pretty lady, all alone?" ("Hei, nona manis, sendirian saja?"), suaranya berat, serak, dan penuh ancaman. Erwin terdiam, kaget. Nona manis? Mereka mengira dirinya perempuan. Tentu saja, dengan rambut gondrong sebahu, tubuh yang ramping, dan wajahnya yang terkesan lembut, di bawah cahaya remang memang bisa terjadi salah sangka. Ketakutan itu berpadu dengan rasa panik. Ia harus melarikan diri.


Sebelum Erwin sempat bereaksi, salah satu dari mereka yang lain dengan cepat menarik lengannya, cengkeramannya begitu kuat hingga rasanya tulang-tulangnya akan remuk. Erwin meronta, mencoba melepaskan diri, berteriak minta tolong. Namun, suaranya tercekat di tenggorokan, terlalu kecil untuk memecah keheningan gang itu. Pria lain membekap mulutnya, menekan dengan kuat hingga napasnya tersendat. Perlawanannya sia-sia. Lima tubuh kekar itu mengimpitnya, menyeretnya mundur, masuk lebih dalam ke dalam kegelapan. Erwin hanya bisa melihat kilatan mata mereka yang lapar dan seringai kejam di wajah-wajah yang tak dikenalnya. Ia mencium bau busuk yang kuat, bau sampah, tanah lembap, dan sesuatu yang aneh.


Mereka menyeretnya ke sebuah gudang tua yang tampak tak terpakai, tersembunyi di balik semak-semak lebat dan reruntuhan bangunan. Pintu kayunya sudah rapuh, namun mereka mendobraknya dengan mudah. Di dalam, bau apak dan debu menusuk indra penciuman. Hanya ada sedikit celah cahaya dari celah dinding, memperlihatkan tumpukan barang rongsokan dan kelelawar yang beterbangan di langit-langit yang lapuk. Erwin dilemparkan ke lantai yang dingin dan kotor. Rasa sakit menghantam punggungnya. Ia batuk, mencoba menarik napas, namun ketakutan mencekiknya.


"Heh, it's a guy!" ("Heh, ternyata ini laki-laki!"), salah satu dari mereka membentak, menendang kakinya. Suara tawa kasar pecah di antara mereka. Tawa yang mengolok, tawa yang penuh penghinaan. "Doesn't matter! More fun!" ("Tidak apa-apa! Lebih asyik!"), sahut yang lain, suaranya penuh nafsu yang menjijikkan. Saat itulah Erwin menyadari kengerian yang sesungguhnya. Mereka tidak peduli. Gender tidak lagi relevan bagi mereka. Hasrat brutal telah menguasai akal sehat mereka. Rasa jijik dan ngeri melingkupi Erwin, bukan hanya pada mereka, tapi pada dirinya sendiri, pada tubuhnya yang kini menjadi sasaran nafsu keji.


Lihat selengkapnya