Agoy POV
Hidup di tanah perantauan nggak pernah menjadi hal yang mudah meskipun menyenangkan, karena hal itulah yang pernah gue rasakan di beberapa waktu awal menjadi perantau di Kota Semarang untk menempuh pendidikan S1-Hubungan Internasional. Guna menunjang pendidikan dan karir, gue memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa inggris di salah satu lembaga kursus resmi di Indonesia yang memiliki cabang di Kota Semarang.
Miss Yuliana memperkenalkan dirinya terlebih dahulu sebelum ia mengabsen satu per satu nama peserta kelas di kursus bahasa inggrisnya. Satu nama peserta kursus perempuan disebut tepat setelah nama gue,
“Chelsea Andreadita”
“Hadir.” Seorang perempuan yang seumuran dengan gue menyahuti sembari mengangkat tangannya.
Gue merasa nggak asing dengan suara dan wajah perempuan ini sampai akhinya di pertengahan kelas gue mengingat, dia adalah teman seangkatan gue yang saat masa orientasi 2 hari lalu mengutarakan pendapatnya tentang studi kasus trade war antara Amerika Sekirat dan China, iya, dia salah satu mahasiswi yang berani speak up di antara 150 mahasiswa lain di angkatan gue.
Gue nggak pernah nyangka kalo ternyata gue dan Andrea berada di kelas kursus bahasa inggris yang sama. Maklum, kami masih mahasiswa baru. Baru juga seminggu yang lalu masuk. Gue pribadi masih dalam tahap menghafal nama-nama temen seangkatan.
Miss Yuliana menjelaskan bahwa salah satu metode yang paling sering ia gunakan dalam mengajar adalah dengan meminta peserta kelasnya berpasangan untuk berdialog tentang isu hangat. Gue berada satu kelompok sama Andrea. Dengan jurus sok kenal, gue akhirnya menanyakan
“Lo dari HI, kan?” Tanya gue memulai percakapan.