Seolah dipertemukan nasib, sore menjelang malam itu Memey berpapasan dengan Macan Maulana di atas jembatan penyeberangan orang (JPO) Terminal Kampung Melayu.
“Aku dipecat dari YSS,” ujar Memey. Yayasan Sungai Sejahtera (YSS) adalah lembaga swadaya masyarakat tempat gadis itu berkantor selama dua tahun terakhir.
“Kontrakku di Majalah Hoopla juga dihentikan sepihak,” balas Macan. Lelaki muda itu baru beberapa saat menjalani masa kontrak semester keduanya sebagai carep, calon-reporter. Majalah Berita Hoopla adalah majalah yang terbit setiap 10 hari. Pada 1994, majalah ini dibreidel oleh pemerintah bersama-sama dengan Majalah Tempo, Majalah Editor, dan Tabloid DeTIK.
Hanya beberapa bulan vakum, Majalah Hoopla kembali mendapatkan SIUPP-nya dengan mudah. Mungkin karena majalah ini tirasnya terbatas, dan hanya didistribusikan di Jakarta dan sekitarnya saja, sehingga Departemen Penerangan berbaik hati mengijinkannya terbit kembali.
Matahari sore sudah bergeser turun mendekati batas cakrawala. Sinarnya masih menyilaukan mata, namun tidak lagi terasa panas menyengat. Di bawah JPO itu, kesibukan khas ibu kota seolah tak peduli dengan matahari. Minibus-minibus angkot berwarna biru dengan tanduk lampu berwarna putih yang bertuliskan kode trayeknya semakin banyak parkir di terminal. Berkebalikan dengan saat pagi hari, angkot yang masuk terminal kali ini jauh lebih banyak dibandingkan angkot yang pergi meninggalkan terminal.