Huh! Apa dia pikir aku tidak bisa hidup tanpa hartanya? Dia pikir, aku tak bisa hidup mandiri? Hidup dengan bebas!
Ini kesempatan untukku. Kapan lagi aku bisa pergi dari sangkar emas ini? Bisa gila, jika aku masih terus bertahan di neraka ini. Baiklah! Aku hanya perlu membawa pakaianku.
Dion pun bangkit, menghapus air matanya, bangkit meraih koper dan menyusun seluruh pakaiannya. Mengganti pakaian, mengenakan jaket dan topi lalu berjalan keluar rumah. Ia sengaja melewati pintu belakang dan jalan berpusing melalui taman, lalu berjalan gagah meninggalkan rumahnya. Tanpa mobil dan sepuluh kartu kredit yang ia miliki.
Kring!!!
“Halo ..., bro aku sudah di depan rumah. Oke! Aku tunggu,” ucapnya melalui ponsel.
Tak berapa lama, datanglah mobil sport putih menghampiri Dion yang sudah berdiri lama memegang kopernya.
“Loh, apa-apaan ini? Lo kabur ya?” tanya Aiden, pria macho teman dekat Dion.
Dion tak menjawab, ia hanya diam dan memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil Aiden. Kemudian ia berjalan dengan wajah serius, duduk di samping Aiden yang tengah memegang kemudi dengan wajah bingung.
“Sudah, yuk! Jalan!” ucap Dion yang menatap kesal ke arah jalan.
“Hei! Lo enggak bilang Lo kabur, Yon. Aku enggak mau terikut masalahmu Yon!” ucap Aiden yang kesal karena sikap Dion.
Dion hanya diam, dengan tangan yang terus meremas jemarinya, ia menatap tajam ke arah jalan. Tatapan raja hutan yang hendak menelan mangsanya. Tubuhnya gemetar, menahan kemarahan yang tak bisa terluapkan.
“Yon! Kenapa sih Lo diam aja?” tanya Aiden yang semakin kesal dengan kebungkaman Dion.
Mobil sport itu terus melaju kencang, namun tak tahu arah tujuan.
“Baiklah! Aku akan bawa kamu ke rumahku. Tapi, aku harap kamu menceritakan semuanya nanti!” ungkap Aiden yang mengerti benar sikap Dion.
Sepanjang jalan Aiden melirik ke arah Dion, ia terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. Seakan ia paham, apa yang menjadi masalah sahabatnya ini.
Mobil pun berhenti di sebuah perubahan megah, rumah bertingkat yang bercat putih ini seakan mengingatkan kita akan suasana negara Belanda. Aiden memiliki Ayah yang berasal dari Belanda juga. Pertemuan Aiden dan Dion tak semata karena belajar di kampus yang sama, namun juga hubungan kerja sama antara kedua orang tua mereka. Hingga Aiden mengenal sekali keadaan keluarga Dion. Sama-sama memiliki orang tua yang berasal dari Belanda, membuat kedua keluarga mereka kian dekat hingga kerap melakukan perjamuan antar keluarga.
***
“Yon, Lo harus cerita sama aku! Mengapa kamu kabur dari rumah?” tanya Aiden dengan wajah serius.
“Bisa enggak sih, Lo ambilkan dulu aku minuman dingin!” ucap Dion yang kemudian mencampakkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar Aiden.
“Ini minuman Lo!” ucap Aiden setelah meletakkan segelas air mineral di atas meja yang ada di depan Dion.
Dion pun meraih gelas itu dan meneguk habis air yang ada di dalamnya.
“Yon, aku yakin, ini pasti karena Bokap Lo kan?”