Beberapa hari lagi Nur harus kembali ke pesantren. Abah memutuskan untuk mengajak Nur, Ibu dan juga diriku untuk berjiarah kubur. Awalnya aku menolak, aku merasa, aku tak pantas ikut, karena aku bukanlah siapa-siapa di keluarga ini. namun, Abah memaksaku dan berkata, “Nak, ikutlah. Kamu sudah Abah anggap anak Abah sendiri.”
Tak bisa menolak, itulah yang terjadi.Akhirnya aku pun turut ikut bersama mereka, Abah yang mengemudikan, sedangkan aku duduk di samping Abah. Nur dan Ibu berada di kursi belakang. Perjalanan cukup memakan waktu, sepanjang jalan Abah banyak bercanda dengan Nur dan Ibu. Aku hanya turut tetawa, kala Abah melakukan candaan kepada Nur. Sedangkan Nur tersenyum atau tertawa yang ditahan sebagai reaksi atas candaan Abah. Begitu juga Ibu, tertawa dan turut membantu Abah untuk menggoda-goda Nur.
“Bu, ingat tidak, siapa yang dulu saat buang air kecil di kamar mandi tapi enggak buka celana?” ucap Abah sambil melirik Nur.
“Siapa, Bah? Ibu lupa. Coba tanya Nur?” sahut Ibu yang kemudian menyikut lengan kiri Nur.
“Ih ..., Abah nih, kan Nur malu,” ucapnya sambil tersenyum memandang keluar jendela mobil.
“Jadi Ahmad, dulu Nur begitu, saat baru pintar buang air kecil ke kamar mandi. Ia keburu kebelet, sampai tak sempat buka celananya. Alhasil, pipis celana deh, ya kan, Nur?” canda Abah dengan usilnya.
“Is ..., udah dong, Bah!” ucap Nur yang kini menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Lucu, unik, namun menyenangkan. Meski ini terdengar aib bagi Nur, tapi bukan itu yang menjadi kesedihanku. Melainkan kekompakan Abah dan Ibu dalam menyayangi Nur. Betapa beruntungnya Nur, ia bisa berada di keluarga yang begitu menyayanginya dan selalu ada untuknya, mendukung dan menerima diri dan keinginannya.
Mobil terhenti di sebuah lahan yang berisi jajaran nisan. Kami pun turun berjalan setapak menuju dua tiga makan yang berdekatan. Kedua makan itu berisi tubuh Opa dan Oma Nur, sedangkan satunya lagi berisi Kakaknya Nur-Kak Ali.
Kami semua berjongkok menghadap ke nisan. Membaca lantunan ayat dan membersihkan nisan dari rumput liar yang tumbuh di sana. Menyirami tanah yang terlihat mulai kering berjemur matahari, kemudian membersihkan batu dan bingkai nisan dengan kain yang dibasahkan air terlebih dahulu.