Menjemput Bidadari

Be Maryam
Chapter #19

Panggilan Hati

Aku berdiri memandangi gadis itu terus-menerus. Berharap ia membalikkan badannya dan menunjukkan wajahnya. Aku hanya bisa menatap, tak mampu berjalan mendekatinya.

Perlahan, tubuh itu berbalik. Terlihat seorang gadis tengah menundukkan wajahnya menghadapku. Tubuh itu berbalut gaun panjang yang menjuntai lantai. Polos, namun berpayet pernak pernik membentuk bunga. Gamis putih itu lebih pantas disebut gaun pernikahan. Jilbab panjang yang berlapis, hiasan mahkota di atas kepalanya. Indah dan membuatku kian penasaran.

Angkat wajahmu ratu, aku tak ingin mahkota indahmu terjatuh jika kau terlalu lama menunduk. Ya Allah ..., gerakkan hatinya. Izinkan aku bisa menatap wajahku. Hatiku benar-benar ingin melihatnya. Aku mohon ....

Perlahan ia angkat kepalanya, wajah itu pun terlihat jelas. Wajah yang tak asing. Siapa dia? Wajah yang indah meneduhkan. 

Tolong! Siapapun! Jawab aku! Siapa dia! Aku ingin memilikinya.

Tubuhku begitu sulit digerakkan. Seakan tangan dan kakiku diikat kuat oleh rantai besi yang besar. Berusaha keras menyusulnya, namun tak bisa.

Lepaskan aku! Lepaskan aku!

Alunan musik alaram ponsel Dion berdering.

Hah! Hah! Hah! Ternyata itu hanya mimpi.

Apa yang terjadi pada diri ini. Mengapa aku memimpikan itu.

Melangkah bangkit bersuci dengan wuduk, kemudian melaksanakan salat subuh, lalu menengadahkan tangan memohon kepada sang Khalik.

“Ya Allah, cintaku ini hadir, atas izin-Mu. Maka hamba mohon, jangan biarkan hamba berada pada cara yang salah. Biarkan hamba menjalani cinta ini, penuh dalam keridoan-Mu. Hamba mohon, ya Allah. Kabulkanlah doaku ....”

***

“Sayang ..., kok sudah rapi. Kamu mau kemana, Nak?” tanya Mama sambil menyentuh kedua pundakku.

“Mau kampus, Ma. Dion mau kembali ngampus,” ucapku dengan mulut penuh makanan.

“Oh ..., semoga semuanya lancar ya, Nak!” ucap Mama sambil mengecup lembut ubun-ubunku.

“Yon, kamu mau kemana, Nak?” tanya Papa yang baru keluar dari kamar.

“Kampus, Pa!” ucapku yang kemudian menyium punggung tangan Papa kemudian pergi setelah mencium kedua pipi Mama.

“Dion berangkat dulu ya, Pa, Ma! Assalamu alaikum,” ucapku sambil berjalan menuju mobil.

“Pa, senang ya, melihat Dion menjadi seperti ini,” ucap Mama dengan kedua tangan menyapukan ke wajahnya.

“Iya, Ma. Ini membuat Papa semakin penasaran, keluarga siapa yang sudah menolong Dion. Hingga bisa mengubah anak kita menjadi seperti ini,” ucap Papa sambil membelai lembut punggung Mama.

***

“Woi, Bro. Akhirnya ngampus juga Lo!” ucap Aiden menepuk punggung kananku.

“Walaikumsalam,” ucapku santai dengan mata masih asik menatap layar ponsel.

“Wih, Lo Dion kan? Atau Lo masih sakit, akibat kepala Lo kebentur tempo hari?” ucap Aiden sambil meletakkan punggung tangannya di dahiku.

“Ucap salam, itu doa. Enggak sulit juga kan?” tanyaku sambil melirik ke arahnya.

Lihat selengkapnya