Rajin pergi ke kampus. Yah, itulah yang aku rasakan kini. Semenjak aku berdoa meminta kebaikan kepada Allah akan apa yang aku butuhkan, semenjak itu hatiku terus semangat setiap kali melangkah pergi. Bukan karena untuk menyenangkan hati Papa, atau juga permintaan Mama. Tetapi karena kemauanku sendiri, karena aku yakin, ini semua kebaikan yang Allah berikan padaku.
“Yon, Lo mau langsung balik?” tanya Aiden sambil menepuk lengan kananku.
“Yup, emang kenapa?” tanyaku sambil kembali menepuk lengannya.
“Itu ..., Lo kenal Kak Ahmad darimana sih?” tanyanya penasaran.
“Kak Ahmad itu guru ngajiku. Mama yang carikan. Jadi hampir setiap sore Kak Ahmad akan datang ke rumahku. Emang kenapa?” tanyaku lagi yang kini sudah berada di parkiran.
“Eh, gini Yon. Anu ...,” ucapan Aiden terlihat bingung.
“Kenapa sih, Den? Kok Lo bingung gitu,” tanya sambil menepuk kedua pundaknya.
“Aku suka ikut kajian. Aku boleh ikut ngaji juga enggak di rumah Lo?” tanyanya dengan wajah malu-malu.
“Alhamdulilah ..., boleh kali Den. Yuk!” ajakku yang kemudian masuk ke dalam mobil. Begitu juga Aiden, ia masuk ke dalam mobil dan mengikuti arah mobilku berjalan.
***
“Assalamu alaikum, Ma!” ucapku sambil mencium punggung tangan Mama, juga mengecup kedua pipi Mama.
“Walaikumsalam sayang, eh, Aiden ikut juga,” ucap Mama yang kaget dengan keberadaan Aiden di belakangku.
“Iya, Tan. Eh, apa. Assalamu alaikum,” ucapnya yang juga mencium lengan Mamaku.
Mama yang menyadari sikap Aiden pun tersenyum bahagia sambil melirik ke arahku.
“Oh, ya. Sambil menunggu Kak Ahmad, kita makan cupcake buatan Mama dulu, yuk!” ajak Mama.
Bak anak itik, aku dan Aiden pun berjalan menuju dapur mengikuti Mama.