Zuhair memarkirkan motornya di tempat parkir, tempat parkir itu padat dengan motor para mahasiswa kampus Bekhu Dihe, ia kembali berdzikir sambil berjalan menuju kelasnya di lantai dua.
"Laa hawlaa walaaquwwata illaa billah.... La hawlaa walaa quwwata illa billah... Laa hawla walaa quwaata illa billah."
Dia sudah sampai di depan kelas, mahasiswa tampak sedang menunggu kedatangannya. Ia melangkah masuk ke dalam kelas dan berdiri di depan mahasiswanya lalu mengucapkan salam.
"Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh..."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.." jawab mahasiswa dan mahasiswinya serentak dan semangat. Kemudian Zuhair meletakkan barang bawaannya di atas meja lalu berdiri lagi di depan Mahasiswa.
"Kaifa haalukum jamii'an ya thullaabii wathullaabatii?"
"Alhamdulillah nahnu bikhoiriin ya, Ustaadzanaa" jawab mahasiswa semangat. Zuhair mengajar layaknya ketika ia peraktek mengajar saat kelas enam di Pesantren Sibawaih dulunya. Prinsip Zuhair mengajar, harus memberikan Pekerjaan Rumah (PR) pada setiap kali mengajar dan memeriksanya ketika PR itu dikumpulkan, siapa yang tidak mengerjakan PR maka ia tidak diperbolehkan masuk ke dalam kelas sebelum meminta tanda tangan kepada rektor kampus. Mau tidak mau mahasiswa harus menurut, karena tidak mau berurusan dengan rektor, urusannya bisa panjang dan repot. Dengan adanya PR lah Zuhair dapat mengetahui sejauh mana mahasiswanya paham dengan pelajarannya dan sejauh mana keberhasilannya mengajar. Minggu lalu Zuhair sempat marah kepada salah satu mahasiswa yang laki-laki,tidak mengerjakan PR. Ketika disuruh meminta tanda tangan kepada rektor, mahasiswa itu banyak alasan. Zuhair pun tak bisa memendam amarahnya, ia tidak ingin mahasiswanya terjerumus ke jurang kemalasan.
“Salah satu adab yang telah dilanggar oleh seorang pelajar terhadap gurunya ialah tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Padahal PR adalah salah satu wacana atau cara guru mendidik pelajar untuk meningkkatkan kualitas diri, kemampuan dan mencerdaskan pemikiran muridnya. Seorang Pelajar harus lah mengerjakan PR yang diberikan Guru. Biasanya, murid lebih senang kalau tidak diberi PR oleh guru, itu pada umumnya.
Namun dari sekian banyaknya murid, ada yang berpikir cemerlang. Yang mana ia malah menenuntut kalau guru tidak memberinya Pekerjaan Rumah (PR), dan murid yang cerdas itu ada di antara kalian, begitupun sebaliknya. Murid yang malas juga ada di antara kalian, seperti teman kalian yang sekarang berdiri sekitar kalian ini..” Zuhair menyuruh mahasiswa yang tidak mengerjakan PR itu berdiri di tempat, sebelah kanan di dekat dinding. Mahasiswa lainya hanya diam, tidak bicara sedikitpun.
Pengajar yang berkemeja merah dan berdasi merah itu marah, hingga wajahnya terlihat merah. Lalu Zuhair melanjutkan amarahnya. “Orang cerdas akan terus meminta dibimbang, dan tugas saya sebagai pengajar, dengan adanya tugas untuk dikerjakan di rumah itulah sebagai tanggung jawab saya membimbing kalian. Orang cerdas akan minta dibimbing, karena ia tahu bahwa PR adalah salah satu metode baginya selaku murid untuk meningkatkan belajarnya dan juga akan menjadi motivasi. Biasanya Dosen kami di Markaz Lughah dulu berkata bagi yang tidak mengerjakan PR, “Jika kalian tidak mengerjakan PR, maka kalian hur atau bebas.” Maksud beliau adalah, jika murid itu disuruh mengerjakan pekerjaan rumah yang telah beliau berikan, namun murid tersebut tidak mengerjakannya, maka tidak ada tanggungan baginya, atau tidak ada masalah baginya alias terserahnya.” Seorang mahasiswa itu sudah pandai berpikir dan mencerna apa yang dimaksud dari kata "Hur" beliau tersebut. Beda ceritanya jika mengajar murid yang masih duduk di bangku SMA, SMP dan SD, apalagi Tk. Mereka akan senang kalau kalimat hur yang berarti bebas ini diucapkan. Semoga yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah hari ini yang sekarang berdiri, saya harap dapat mengerti dengan yang saya maksud, sebelum kata hur itu yang saya ucapkan, terima kasih, silakan duduk!.” Mahasiswa yang tidak mengerjakan PR itu pun duduk. Setelah mahasiswa itu duduk, Zuhair menyambung nasihatnya, sedikit memberi motivasi kepada semuanya.
”Nak, kebiasaan buruk tidak akan hilang jika bukan kalian sendiri yang menyirnakannya. Jangan tunggu hidayah untuk berubah. Hari ini, esok atau nanti kalian tidak akan pernah berubah jika bukan kalian sendiri yang merubahnya. Sekarang ini bukan zamannya sihir-menyihir, "Bin sala bin", tapi haruslah berfikir, berusaha, berdo'a dan berharap. Karena kita punya keyakinan, "Kun fayakun" Kalau Dia berkehendak, maka semua akan terjadi. Cara agar Allah menghendaki yang kita mau ialah berdo'a dan berusaha, memohon pada-Nya. Pikirkan kembali, renungkan lagi dan resapilah berulang kali. Apa inspirasi terbaik kalian?. Kenali dirimu, maka orang lain akan mengenalmu. Nak, kalian akan bangkit dari jurang kemalasan ketika kalian mempunyai inspirasi terbaik dalam hidup, ketika kalian punya cita-cita yang tinggi dan ketika hati sirna dari kegelapan. Nak, bangkitlah dari kemalasan, pandang ke depan dan kobarkan semangat untuk menggapai kesuksesan, sebab ia tidak akan datang kecuali kamu sendirilah yang menjemputnya. Hanya orang yang tak punya mimpilah yang terusan memelihara kemalasan, dan jika kamu punya mimpi tapi nyatanya kamu bermalas-malasan, maka sesungguhnya itu bukanlah mimpimu, Nak, itu hanyalah menimbun kesalahan dan kekalahanmu. Berani bermimpi sukses, harus rela membunuh kemalasan diri sendiri. Malas tertindas, lambat terlampaui dan berhenti mati. Jika kalain tidak tahan dengan perihnya belajar, maka bersiaplah menjadi orang yang terperih sedunia.
Nak, dunia tidak akan tersenyum padamu sebelum kamu mengorbankan sesuatu untuknya, pengorbanan itu ialah; belajar yang giat dan berusaha yang keras. Ayo!, kejar dan tangkap. Jangan sia-siakan kesempatan emasmu, karena besok, lusa dan selanjutnya belum tentu kalian memiliki kesempatan emas tuk kedua kalinya. Semua akan berganti dan berlalu. Cara membunuh kemalasan diri sendiri adalah dengan menumbuhkan semangat baru. Jadilah manusia yang bermanfaat bagi umat, jangan hanya menikmati manfaat dari ummat yang lain.” Mahaasiswanya tampak semangat setelah mendengar nasihat sejenis motivasinya minggu lalu.
Hari ini Zuhair masuk ke kelas yang sama, orang yang ia marahi minggu lalu belum datang sedangkan Zuhair sebagai guru dan mahasiswa yang lain sudah berada di dalam kelas sepuluh menit yang lalu.
Setelah menanyakan kabar dan pelajaran, Zuhair menanyakan keberadaan empat orang mahasiswanya yang belum datang, dua laki-laki dan empat perempuan.
Enam kursi kosong itu terasa ganjil baginya, tidak pernahnya ada mahasiswa yang tidak hadir. Biasanya setiap kali ia masuk, semuanya hadir.
“Lima orang teman kalian ke mana? Kenapa tidak hadir? Sakit kah?"