DIA tetap terpikir dengan inbox adiknya Fitri, yang menyuruh dirinya untuk segera kembali. Namun segera ia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Berkali-kali ia beristighfar, memohon ampun kepada Allah. Dia tidak ingin banyak pikiran, ia hanya tetap positive thinking. Ia tidak ingin bermacam-macam pikiran yang dibisikkan syaitan kepada dirinya.
Zuhair segera menuju keluar dari dalam Bandara, di luar sana ia sedang ditunggu oleh ustaz Mubarak. Begitu tiba di luar, ia melihat seorang ibu-ibu bercadar besrsama seorang anaknya. Seorang perempuan yang memegang fotongan kardus bertuliskan namanya dan nama universitasnya, "Ustaz Ahmad Zuhair. Al-Azhar Kairo" kemudian ia mendekat.
"Assalamualaikum... Cari saye ke?." tanya Zuhair memasang senyum, karena nama itu adalah namanya dan universitasnya. Ia tidak kenal perempuan tersebut. Sebab ustaz Mubarak menikahya di Malaysia, bukan di Kairo. Kemungkinan kalau di Kairo ia akan kenal, bisa dikenal dari suaranya.
"Wa'alaikum salam, staz, ustaz ni siape ke?" tanya istri ustaz Mubarak menatap Zuhair dengan saksama, penasaran. "Saye, Zuhair, Ahmad Zuhair dari Kairo. Ustazah ni istri ustaz Mubarak, ke?"
"Oh... ustaz Zuhair, maaf sangat, ustaz. Saye baru tau lah bahwe ustaz ni, Ahmad Zuhair. Kenalkan name saye Masyitah. Ye saye lah istrinye ustaz Mubarak."
"Oh, tak ape-tak ape. Saye pun baru kenal ustazah, Masyitah. Mane ustaz Mubarak?"
"Ustaz Mubarak lagi pigi sekejab, nak ambil mobil kite."
"Oh, iye lah," sahut Zuhair, lalu ia pun membisu. Ia tidak fasih apalagi lancar berbahasa Melayu, tapi ia paksakan dirinya untuk bicara bahasa melayu logat Malaysia.
Di saat menunggu ustaz Mubarak, ia buka whatsaap kemudian ia kirim balasan pesan adiknya, Fitri.
"Dik, Fitri... Abang tidak jadi berlama-lama di Malaysia. Abang akan pulang besok pagi, tetapi malam ini bang Zuhair harus nginap di rumahnya ustaz Mubarak. abang ndak enak sama beliau, abang sudah janji kepada beliau untuk bermukim walapun sehari, sekarang ini juga sudah dijemput oleh ustaz Mubarak. Tolong jelasin seperti itu ke, Mama, ya, Dik?." Balasnya, "Ya bang, Her. Ntar Fitri sampaiin. Papa dan Mama lagi tidak ada di rumah. Mama sedang di rumahnya Mbak, Sukma." jelas adiknya.
"Rumahnya, Sukma? Ngapain, Fit?" tanyanya penasaran. Ia mulai curiga, kenapa ibunya pergi ke rumah, Sukma? Dijodohkankah? Semoga saja,” harapnya. Ia gembira membaca pesan adiknya Fitri, di pikirannya hanyalah positive berjodoh dengan Sukma. Papa dan Mamanya pergi ke rumah Sukma, pasti tidak lain ialah urusan kedua orangtua. Pasti sedang mengatur pernikahannya dengan Sukma.
Zuhair sangat gembira, ia tersenyum-senyum sendiri, segera ia kendalikan dirinya. Dia tidak ingin ustazah Masyitah melihatnya tersenyum sendiri. Zuhair menunggu balasan adiknya, namun belum dibalas juga.
"Dik, Ibu bener ke rumahnya, Sukma?" tanyanya penasaran, diiringi dengan dua sticker, yang satunya senyum dan yang satunya lagi membuka mata dengan lebar. Memendilken mate.
Fitri terkejut dengan pertanyaan abang Zuhair-nya. Ia tidak sengaja meberi tahu bahwa Papa dan Mamanya sedang berada di rumah Sukma, ia bingung harus jawab apa untuk abangnya Zuhair. Fitri tidak ingin Zuhair tahu terlebih dahulu apa yang telah terjadi pada Sukma sebelum Zuhair sampai di rumah. Itu pun tidak akan diberitahu sebelum seminggu di rumah. Fitri hanya diam, ia nonaktifkan handphonenya, ia pun pergi ke dapur untuk memasak Cimpe. Zuhair sangat suka dengan Cimpe, apalagi ibu tercinta yang membuatkan untuknya.
Tidak lama menunggu, ustaz Mubarak datang dengan mobil warna putih yang masih mengkilat.
"Assalamualaikum.. Ya akhi Zuhair, kaifa hal ya, Akhii Masya Allah ... makin cerah saja ya!."
"Wa'alaikumsalam ya akhii, Mubarak. Alhamdulillah, hal manshub daa-iman, kabar baik akhii. Antum makin sukses saja ya selama berada di Malaysia. Wah ... Jadi guru di Malaysia mobilnya langsung mengkilat ya, Akhi!?" Saya makin cerah karena mobil antum yang megkilat. Hehehe." Zuhair memanggilnya azkhii Mubarak, sebab umur Zuhair dan ustaz Mubarak hanya selisih dua tahun.
"Ah! kamu bisa saja, Zu. Baru pulang dari Mesir, kalau ditanya tentang ‘hal’ pasti jawabannya suka gitu ya, hal manshub daa-iman. Lain kali saya tidak mau tanya tentang hal deh , saya akan tanya khabar saja, haha. Ini juga masih kredit. Ayo masuk! barang-baragnya biar saya yang nyusun." ajak ustaz Mubarak sambil membukakan pintu mobil. Ustaz Mubarak paham betul bagaimana letih yang Zuhair rasakan, pasti tidak ada henti-hentinya selama beberapa minggu sebelum pulang. Ustaz Mubarak juga telah merasakan seperti yang Zuhair rasakan dua tahun yang lalu.
Zuhair hanya menurut, ia pun tahu bahwa ustaz Mubarak pasti mengerti apa yang sedang ia rasakan, pastinya penat dan berat. Setelah barang semuanya masuk ke dalam bagasi mobil, kemudian ustaz Mubarak pun mulai mengemudi. Mobil berwarna putih yang masih mengkilat itu pergi meninggalkan bandara Kuala Lumpur menuju rumahnya ustaz Mubarak.
"Akhii, Zuhair, pesanan saya dibawa tidak?"
"Apa itu, Akhi?"