KELAS pagi dua jam lamanya bersama Zuhair tak terasa. Zuhair mengakhiri kelasnya dengan hamdalah mengucap salam dan keluar dari dalam kelas, dia langsung menemui paman Supardi dan pamit pulang. Zuhair menyempatkan diri singgah di Masjid Agung At-taqwa, masjib tebasar di Kuta Cane. Zuhair melakukan salat duha dua rakaat dan membaca Alquran hingga waktu zuhur tiba. Seminggu tiga kali ia mengajar menggantikan pelajaran paman Supardi, sementara paman Supardi mengajar di kelas lain yang juga pelajaran lain, bahasa inggris. Paman Supardi sendiri lulusan seterata satunya di UIN Sumatera Utara sedangkan masternya di Singapura. Karena paman Supardi sedikit tahu bahasa arab, sehingga rektor kampus memberikan kesempatan mengajar dua bahasa asing untuk paman Supardi. Untuk pelajaran bahasa arab sekarang diambil alih oleh Zuhair, karena sudah ada pakarnya yang langsung lulusan Timur Tengah.
Setiap kali Zuhair mengajar, yaitu seminggu tiga kali, senin, rabu dan jumat. Pun setiap kali selesai mengajar, ia menyempatkan dirinya singgah di masjid Agung At-taqwa. Boleh sibuk di dunia untuk kepentingan dunia, namun jangan lupa mempersiapkan untuk akhirat juga.
Masjid Agung At-taqwa yang lebih besar dan lebih indah dari sebelumnya, tamannya yang menarik hati pengunjung terus datang bergantian, halaman di sekitarnya yang luas, lampu pijarnya menghiasi tatkala malam tiba. Suasana di dalamnya yang sejuk, bangunannya yang indah dengan khas kubah warna kuningnya, ukiran kaligrafinya yang apik dan menarik. Masjid Agung At-taqwa tidak pernah sepi dari pengunjung. Semoga dengan bangunannya yang megah, mewah dan indah, orang-orang semakin terketuk pintu hatinya untuk beribadah di dalamnya, bahwa dengan berdirinya Masjid Agung At-taqwa bukanlah untuk hiasan kota belaka, namun untuk menghiasi jiwa agar iman manusia semakin kokoh dan sadar kapan ia harus menghadap Rabnya.
Lantunan suara azan yang begitu membahana merdu, terdengar di seantero Agara. Alam dan seisinya terasa damai, ikut bertasbih mengagungkan asma-Nya. Maha besar Allah yang telah menciptakan keindahan yang luar biasa, salat Zuhur pun dilaksanakan secara berjemaah.
Sebulan sepuluh hari sudah ia berada di kampung halamannya, menjadi khatib setiap hari jumat di kampung ia jalani dengan baik, menulis karya ilmiah juga hampir selesai, suasana di dalam rumah bersama ayah, Ibu dan Fitri adiknya tetap hangat, dan silaturahim sesama kerabat terdekat juga ia lakukan.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang ingin rizkinya diperluas dan umurnya ditambah, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi.”
Ada hal yang ingin sekali ia tanyakan kepastiannya, yang selama ini menghantui dirinya dan merasa ada yang ganjil ia rasakan. Sudah lebih sebulan ia di kampung halaman, ternyata ia belum pernah mendengar kabar Sukma. Belum pernah Sukma datang ke rumahnya, timbul banyak pertanyaan di benaknya.
"Kenapa Sukma tidak pernah datang ke rumahku? Padahal hanya beberapa menit dari Pesantren. Atau mungkin ia sudah menikah dengan orang lain? Sehingga ia tidak sempat dan tidak mau ke rumahku? Tapi kenapa Fitri bilang bahwa Ayah dan Ibu pergi ke rumah Sukma waktu aku di Malaysia? Apakah waktu itu hari pernikahannya?"
Tak kuasa ia menahan prasaan gundah yang tak jelas, akhirnya ia ingin menanyakannya kepada adiknya Fitri. Zuhair yakin Fitri akan memberitahu padanya tentang Sukma.
"Dik, ayo temani abang ke rumahnya, Sukma" ajaknya, Fitri yang baru selesai masak sarapan pagi dan sedang menyiapkan hidangan, kaget mendengar ajakan abagnya. Ia tidak pernah mengira abangnya akan seberani itu.