Menolak Move on

Nona Adilau
Chapter #2

Bab 2

“Kenapa tiba-tiba minta putus?” tanya Wina setelah ada hening cukup lama di antara mereka.

 Lyon menutup mata sambil menghela napas, mengambil oksigen sebanyak mungkin. Ia membuka mata dan menatap lurus netra bulat Wina. “Aku mau fokus belajar untuk ujian nasional dan ujian di NTU.”

“Tanpa putus pun aku udah kasih kamu kesempatan untuk belajar tanpa aku ganggu. Buktinya kamu udah lulus administrasi di NTU. Artinya pacaran nggak mengganggu kamu mencapai cita-cita.” Wina memutar bola mata merasa alasan yang dikatakan Lyon hanya mengada-ngada.

“Aku nggak merasa seperti itu. Kamu lupa tadi sore hampir menggagalkan jadwal lesku?”

“Biasanya kamu pergi ninggalin aku tiap kali mendekati waktu les. Itu aja kamu nggak minta putus, kenapa sekarang kamu pengen kita udahan?” balas Wina dengan kernyitan dalam.

Lyon menggigit bibirnya merasa gemas sekaligus frustrasi menghadapi perempuan di hadapannya ini. Ia sudah tak merasa sensasi menyenangkan dari pacaran. Justru semakin membuatnya kegiatan belajarnya semakin terhambat. Kalau diteruskan, hubungan ini akan terasa hambar.

Mau tak mau ia harus mengeluarkan kalimat yang berusaha ia pendam karena tak mau menyakiti Wina. Namun, ini satu-satunya cara agar Wina mau menerima keputusannya.

“Aku nggak bisa menjalani hubungan dengan perempuan manja, nggak mandiri, boros, dan merepotkan seperti kamu. Udah, ya, Win. Mulai sekarang kita nggak punya hubungan apa-apa lagi.”

Tak memberi kesempatan untuk Wina bicara, Lyon berbalik dan meninggalkan Wina begitu saja.

Mulut Wina terasa berat untuk dibuka. Wina menatap punggung Lyon yang semakin menjauh. Ia baru tersadar dari keterkejutan akan kata-kata Lyon setelah cowok itu menghilang di balik pintu rumahnya.

Wina mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya, memandang lantai dua tempat kamar Lyon berada yang lampunya baru saja dinyalakan. Napas Wina memburu menahan amarah.

Ia berjalan kembali ke rumahnya dengan kaki dihentak-hentakan karena kesal. Ia duduk sebentar di teras rumah masih memandangi kamar Lyon. Otaknya kembali memutar kata-kata putus yang diucapkan Lyon. Ia menggeleng menolak percaya pada penghakiman yang dikatakan Lyon padanya. Ia menepuk dada menenangkan diri.

“Jangan pernah patah hati, Wina. Putus cinta itu biasa aja. Lagi pula, aku juga nggak cinta-cinta amat sama dia, kok. Ngapain aku harus sedih,” kata Wina bermonolog.

 Ia tak mau bersedih, mulai detik ini ia akan move on dari cowok itu.

 Ia pun beranjak menuju kamar. Saat melewati ruang keluarga, ia mendapati wanita yang masih sangat cantik di usia 47 tahun sedang menyaksikan acara fashion show sebuah brand fashion highend sambil mengupas kulit jeruk.

 Wina membatalkan niatnya ke kamar dan berbelok bergabung dengan mamanya. Ia mengambil jeruk dari tangan wanita yang bernama Filiyana Edita lalu disuap ke mulut.

 Wina menyengir atas decakan dari bibir mamanya. Setelah memakan habis satu buah jeruk, ia menyandarkan kepala di bahu Filiyana dan memeluk erat dari samping. Ia merasa begitu tenang berada di dekapan hangat mamanya.

 Wina mewarisi warna kulit, bentuk wajah, rambut keriting, dan kepercayaan diri dari Filiyana. Mamanya adalah seorang model internasional yang masih aktif berkarir di dunia peragaan busana, sekaligus menjadi pengajar pada sekolah modeling yang dibangun bersama dua rekan sesama model.

 “Ma, apa benar aku ini anak yang merepotkan?” tanya Wina setelah melepas pelukan.

 “Ada yang bilang gitu?”

 “Nggak ada, sih, cuma aku nebak aja mungkin teman-temanku merasa aku ini merepotkan karena sering minta mereka temani aku ke mana-mana. Kadang aku juga minta tolong mereka kerjakan tugas sekolah, sih.” Wina memaksa tawa. Ia tak mungkin cerita kalau perkataan itu dari Lyon.

 Filiyana memindai wajah anaknya dengan tatapan serius. “Wina Daneswara, sejak kapan Mama ngajarin kamu jadi orang nggak bertanggung jawab?! Urusan tugas sekolah harus kamu kerjakan sendiri. Ngapain minta orang lain yang mengerjakan tugasmu?”

 Wina meringis. Ia sadar sudah sangat salah membawa topik ini ke orang tuanya. “Maaf, Ma. Aku nggak ngerti isi materi pelajaran, makanya minta tolong teman.”

 “Wajar aja mereka menganggap kamu merepotkan. Harusnya kamu bertanya dan minta mereka ajari. Setelah itu kamu kerjakan tugasnya sendiri dan minta temanmu koreksi.”

 “Berarti emang benar aku merepotkan, ya, Ma?” tanya Wina. Mendadak dia jadi sedih karena ucapan Lyon mungkin ada benarnya.

 Fili merengkuh pundak anaknya dan kembali membawa ke pelukan. “Semua orang punya keperluan masing-masing. Mungkin kamu minta tolong di waktu yang kurang tepat dan menganggu aktivitas mereka. Jadi, lain kali coba tanyakan terlebih dahulu kesediaan mereka untuk bantu kamu. Jangan langsung nodong minta tolong.

 “Untuk tipe people pleaser, bisa aja mereka akan bantu kamu karena mereka orang yang nggak enakan buat nolak permintaan orang, tapi dalam hati siapa tau dia lagi ngedumel atau maki-maki kamu.”

 Wina sadar kalau di beberapa kesempatan ia memang suka memaksa teman-teman untuk membantunya, padahal mereka sedang sibuk. Mungkin mereka mau membantu karena terpaksa setelah diiming-imingi uang yang cukup untuk jajan selama dua hari.

 "Kayaknya aku udah nyakitin temanku, Ma. Aku harus ngapain biar temanku gak sakit hati lagi?"

 Sorot mata Filiyana melembut. Ia merapikan anak rambut yang berantakan di dekat dahi anak sulungnya. "Minta maaf dan janji sama teman, kamu akan lebih peduli pada kepentingan dan nggak akan maksa kalau mereka lagi sibuk."

Lihat selengkapnya