Menolak Takdir

Kinanthi (Nanik W)
Chapter #2

2

Bab 2


Keduanya pun makan pagi. Isterinya telah menyiapkan sarapan pagi itu dengan memanggang roti yang diletakkan bersebelahan dengan telur rebus. Segelas jus jeruk peras telah disiapkan pula ditemani irisan apokat dan selada. Selada yang sengaja ditanam di pagar balkon.

“Setelah ini kita renang ya, Sayang. Ajari aku,” kata isterinya sambil menikmati apokat disusul dengan selada lalu mengakhirinya dengan minum jeruk peras.

Suaminya masih terdiam dan tidak segera beranjak dari meja makan yang berhadapan dengan jendela.

“Aku mencintaimu dengan cinta sepenuh cinta. Cinta itu membebaskan, termasuk ketika kamu ingin ngelaba. Asalkan hal itu membuatmu bahagia, lakukanlah.”

“Dirimu tidak cemburu?”tanya suaminya.

“Bohong kalau tidak cemburu. Tapi, rasa cemburu bisa dihapus dengan berbagai alasan. Misalnya, daripada bercerai lalu menjadi janda? Memang enak menjadi janda cerai di bumi patriarki? Sama-sama jadi bulan-bulanan godaan lelaki iseng, perawan tua dan janda ditinggal mati terkesan lebih dihargai daripada janda cerai.”

“Aku bisa saja menghindari pertemuan dengan banyak orang. Tapi, di mana pun kita berada, akan selalu bertemu dengan orang-orang berkepribadian sulit seperti itu, kan? Orang yang usil, yang kepo, yang suka iseng. Jadi, sebaiknya memang harus dihadapi dengan kesabaran. Bukankah marah-marah belum tentu menyelesaikan masalah?”

Suaminya masih diam, meskipun telah melatihnya berenang, lalu keduanya pun kembali ke tempat tinggalnya dalam diam. Isterinya sibuk membuka laptop, suaminya pun sibuk dengan gawainya juga. Hal itu berlangsung beberapa jam sampai tiba saat makan siang.

Sambil menoleh ke arah isterinya yang tengah bersibuk dengan laptopnya, suaminya pun sesekali meliriknya sambil menghela napas. Ia seringkali kesal dengan pertanyaan isterinya, mengapa ia menikahinya? Pertanyaan receh yang tidak seharusnya dijawab. Maka. Ia pun sesekali tidak menjawab, bahkan mendiamkan isterinya. Ulah yang membuat isterinya semakin berprasangka buruk kepadanya. Akan tetapi, meskipun diabaikan, ia pun tak kunjung berpaling kepada lelaki lain. Hal itu memang tidak diharapkannya. Akan tetapi, kadangkala ia kesal dengan aneka prasangka buruknya.

“Mengapa itu-itu saja yang ditanyakan?” suatu ketika ia pernah juga menyampaikan kekesalan di hatinya.

“Bukankah banyak pemburumu?” jawab isterinya tak acuh saat itu.

Lihat selengkapnya