Dengan sungkan aku mengarahkan piring ke hadapan ku, Putri membagi mie yang ada di mangkok besar dan menyantap nya bersama ku. Jarang-jarang aku makan mie di siang hari seperti ini.
Mungkin satu bulan sekali aku dan mbak Naura makan Mie instan di rumah. Itu pun jika ibuk sedang tidak masak.
Setelah selesai makan mie. Putri mengajak ku mencuci piring di dapur nya. Dapur Putri sudah memiliki wastafel. Jika biasa nya aku mencuci piring ku di belakang rumah, kini aku seperti artis di Tv yang punya kran untuk mencuci piring yang bagus.
Karna nenek Romlah masih sholat, aku langsung pulang tanpa berpamitan. Aku menolak untuk di antar pulang oleh Putri. Aku tidak mau Putri sampai mengganggu istirahat ku di rumah.
"Buk, di rumah Putri banyak banget permen nya." Ucapku sambil mengeluarkan beberapa permen dari saku celana.
Ibuk hanya menoleh dan melanjutkan pekerjaan nya di dapur.
"Buk, rumah nenek Romlah itu dapur nya besaaar banget, trus ada kran pencuci piring kaya yang di TV-TV itu loh buk." Ucap ku dengan lantang menggambarkan apa yang tadi ku lihat.
Ayah pulang dari ladang. Meletak kan sabit nya di belakang meja di sebelah kamar mandi.
"Bikinin teh Sri." Ucap ayah pada ibuk.
___
Petang tiba, setelah aku selesai sholat magrib. Winda datang ke rumah ku untuk mengajak belajar bersama. Aku yang kebetulan sudah bersiap membuka buku pelajaran ku. Tanpa banyak basa basi langsung saja kami belajar bersama.
Meski tak ada PR, Winda senang belajat bersama ku. Dia bilang aku ini pandai. Padahal aku adalah yang paling pelit jika berurusan dengan pelajaran.
"Ri, tadi Putri nulis jadwal pelajaran ke sini?"
"Enggak." Jawab ku singkat
"Tadi dia pinjem punya ku loh ri."